Dunia startup dikenal dengan dinamikanya yang penuh gejolak. Di tengah ketidakpastian dan perubahan yang cepat, kemampuan seorang pendiri untuk tidak hanya bertahan tetapi juga berkembang saat menghadapi krisis adalah penentu utama keberhasilan. Ada pandangan menarik bahwa pendiri yang hebat akan benar-benar bersinar ketika perusahaan mereka dilanda badai, sementara pendiri biasa mungkin hanya bisa menyaksikan perusahaannya runtuh. Ini bukan sekadar ujian, melainkan sebuah medan pertempuran di mana kepemimpinan sejati teruji.
Mari kita renungkan sebuah skenario yang sering terjadi: dua pendiri sebuah perusahaan e-bike sedang berdiskusi, berbagi tentang inovasi produk dan strategi pemasaran yang cerdik. Mereka bahkan membahas model bisnis unik mereka yang menawarkan waktu sewa gratis dengan imbalan melihat iklan. Obrolan yang menyenangkan, bukan? Namun, ada satu gajah di dalam ruangan yang tidak dibicarakan, atau lebih tepatnya, "rusa mati di atas meja".
Sebelum pertemuan, mereka baru saja kalah dalam persaingan ketat melawan tiga perusahaan e-bike lainnya (termasuk pemain besar seperti Uber) untuk beroperasi di sebuah kota besar. Kekalahan ini berarti mereka tertutup dari pasar tersebut selama empat tahun ke depan. Menjadi yang keempat dalam kelompok tiga adalah pukulan telak yang menyakitkan. Pendiri yang baik biasanya akan belajar dari kegagalan tersebut, mengintegrasikan pelajaran berharga itu ke dalam strategi masa depan agar kesalahan yang sama tidak terulang. Jika tidak, dewan direksi pasti akan memastikan mereka belajar.
Yang menarik, dalam diskusi tersebut, para pendiri ini justru dengan santai menyebutkan bahwa mereka kembali bersaing untuk hak beroperasi di kota besar lain, kali ini di kota tempat mereka berada. Pertanyaan yang muncul di benak adalah: apa yang mereka pelajari dari kekalahan sebelumnya? Perubahan apa yang telah mereka lakukan untuk memastikan kegagalan serupa tidak terulang? Dan yang paling penting, apa dampaknya terhadap valuasi dan keberlangsungan bisnis mereka jika mereka kembali kalah dalam persaingan ini?
Sayangnya, jawaban yang diberikan masih sangat samar. Jika Anda adalah anggota dewan direksi, respons seperti itu tentu akan menimbulkan kekhawatiran serius. Sementara para pendiri ini masih antusias membicarakan penawaran produk baru, kemitraan merek, dan program akuisisi pelanggan, mereka tampaknya belum sepenuhnya mencerna makna kekalahan di masa lalu, apalagi potensi konsekuensi dari kekalahan di kota berikutnya. Mereka belum menyadari bahwa perusahaan mereka sedang berada di ambang pertarungan hidup atau mati, atau setidaknya, dalam pertarungan untuk mempertahankan valuasi mereka agar tidak anjlok secara drastis.
Sang CEO, dalam kasus ini, tidak menunjukkan urgensi yang dibutuhkan menghadapi potensi kekalahan di kota berikutnya. Ini adalah "film" yang sudah sering terjadi di dunia startup: krisis besar dianggap sebagai masalah sehari-hari. Padahal, situasinya menuntut reaksi cepat dan terkoordinasi, layaknya menghadapi kebakaran empat alarm.
Mengenali Ketika Bukan "Bisnis Seperti Biasa"
Startup memang identik dengan kekacauan dan serbuan keputusan, tuntutan, serta gangguan yang konstan. Namun, ada kalanya sebuah peristiwa atau hasil memiliki dampak yang sangat besar, bahkan menentukan kelangsungan hidup perusahaan. Ketika krisis semacam ini muncul, seorang CEO harus mengerahkan semua sumber daya dan mengorganisir respons yang berbeda dari masalah "rambut terbakar" sehari-hari. Langkah pertama bukanlah sekadar "latihan pemadam kebakaran" biasa, melainkan mengartikulasikan mengapa ancaman ini bersifat eksistensial bagi kelangsungan hidup perusahaan.
Cara terbaik untuk melakukan ini adalah dengan menyusun memo satu halaman yang menjelaskan secara lugas:
- Apa yang telah berubah dari kondisi normal?
- Mengapa perubahan ini sangat penting dan mendesak untuk ditanggapi?
- Mengapa organisasi, proses, atau produk "bisnis seperti biasa" saat ini tidak memadai sebagai respons terhadap krisis?
Setelah memo ini disusun, uji coba dengan beberapa penasihat tepercaya (bukan staf eksekutif atau dewan direksi Anda), kecuali jika "bangunan Anda benar-benar sedang terbakar".
Kepemimpinan Personal CEO dalam Krisis
Kemudian, CEO perlu secara pribadi memimpin respons terhadap krisis:
- Bentuk Tim Khusus: Kumpulkan tim yang 100% fokus pada masalah tersebut. Tim ini harus bebas dari tugas-tugas rutin lainnya dan sepenuhnya didedikasikan untuk menyelesaikan krisis.
- Siapkan "Ruang Perang" (War Room): Sediakan ruang khusus dengan dinding yang dipenuhi representasi visual tentang bagaimana masalah sedang ditangani dan progres yang telah dicapai. Ini berfungsi sebagai pusat komando, tempat keputusan dibuat, dan kemajuan dipantau secara transparan.
- Pindah ke Lokasi: Jika krisis melibatkan lokasi geografis tertentu (misalnya, negosiasi penting atau masalah operasional di kota lain), CEO dan tim kunci harus bersedia pindah ke lokasi tersebut untuk secara langsung menangani masalah dan mendapatkan kesepakatan.
- Identifikasi dan Hilangkan Hambatan: CEO harus proaktif dalam mengidentifikasi segala rintangan, baik internal maupun eksternal, yang menghalangi penyelesaian krisis dan segera mengambil tindakan untuk menghilangkannya.
- Ciptakan Strategi Baru: Kembangkan strategi baru untuk penjualan, pemasaran, mempengaruhi pemangku kepentingan, peta jalan produk, dan aspek-aspek lain yang relevan. Pendekatan lama mungkin sudah tidak efektif.
- Rekrut Talenta Baru: Ini mungkin poin tersulit. Seperti yang disarankan kepada perusahaan e-bike, mungkin Anda membutuhkan orang-orang baru dengan kaliber berbeda, yang berpengalaman dalam menangani jenis krisis yang sedang terjadi dan memiliki rekam jejak keberhasilan. Mengganti atau menambah orang yang merasa telah melakukan pekerjaan dengan baik tetapi tidak melihat perlunya perubahan, memang menyakitkan, tetapi seringkali sangat diperlukan.
Pelajaran Berharga dari Krisis
Akhirnya, beberapa pelajaran kunci yang dapat diambil dari menghadapi krisis:
- Pendiri yang Kompeten: Mampu mengenali ketika suatu situasi adalah krisis, bukan sekadar bisnis seperti biasa.
- Pendiri yang Baik: Tahu bagaimana membangun keterampilan dan kapasitas baru untuk mengelola krisis.
- Pendiri yang Hebat: Sudah memiliki rencana B sebagai antisipasi.
- Dalam krisis, jika Anda tidak bisa mengelola kekacauan dan ketidakpastian, jika Anda tidak bisa memihak pada tindakan dan justru menunggu orang lain memberi tahu apa yang harus dilakukan, maka investor dan pesaing Anda akan membuat keputusan untuk Anda, atau Anda akan kehabisan uang dan perusahaan Anda akan mati.
Menghadapi krisis adalah bagian tak terpisahkan dari perjalanan startup. Namun, bagaimana seorang pendiri meresponsnya adalah yang membedakan antara kelangsungan hidup dan kegagalan. Dengan mengenali ancaman, memimpin dengan tegas, dan berani mengambil langkah-langkah drastis, pendiri dapat mengubah badai menjadi peluang untuk pertumbuhan dan penguatan perusahaan.