Ada spesies langka di dunia pendidikan yang dikenal sebagai "guru bodoh." Mereka bukan bodoh karena kurang ilmu, tetapi karena gagal memahami bahwa murid mereka bukanlah robot tanpa potensi. Guru semacam ini punya bakat luar biasa dalam meremehkan. Alih-alih menyalakan cahaya di benak muridnya, mereka lebih suka meniup lilin harapan hingga padam.
Bayangkan, seorang murid bertanya, “Bu, kenapa hasil saya begini?” Dan si guru dengan penuh wibawa menjawab, “Karena kamu malas. Kamu tidak akan pernah bisa.” Hebat, bukan? Dalam satu kalimat sederhana, ia berhasil menghancurkan rasa percaya diri murid sekaligus membangun reputasi sebagai motivator terburuk di dunia.
Guru seperti ini sering merasa dirinya adalah pusat semesta. Kalau murid cerdas, itu karena mereka yang hebat mengajar. Tapi kalau murid gagal? Oh, jelas salah murid, bukan metode mengajarnya. Mereka lupa, tugas seorang guru adalah membimbing, bukan menghakimi. Tapi ya, siapa peduli soal tanggung jawab? Yang penting, gengsi tetap terjaga.
Lebih ironis lagi, guru bodoh ini biasanya suka berkhotbah tentang "pentingnya percaya pada diri sendiri." Tapi kenyataannya, mereka lebih sering menanamkan rasa takut daripada rasa percaya. Murid yang bertanya dianggap sok pintar, sementara yang diam malah dicap malas. Jadi, apa sebenarnya yang mereka inginkan? Jawabannya: entah. Mungkin sekadar menikmati kekuasaan kecil mereka di dalam ruang kelas.
Namun, ada satu hal yang pasti: guru seperti ini sedang melewatkan kesempatan emas untuk belajar dari muridnya. Karena setiap murid adalah cermin, dan apa yang dipantulkan sering kali menunjukkan kelemahan si guru itu sendiri. Jadi, jika Anda bertemu dengan guru semacam ini, ingatlah—mereka bukan cerminan kemampuan Anda, melainkan refleksi dari ketidakmampuan mereka untuk percaya.
Pada akhirnya, guru bodoh hanyalah batu sandungan kecil dalam perjalanan panjang pendidikan. Dan siapa tahu? Mungkin kelak, murid yang mereka remehkan akan menjadi seseorang yang jauh lebih besar dari bayangan mereka. Karena kemampuan sejati sering tumbuh dari tempat yang paling tidak disangka—dari ketidakpercayaan itu sendiri.
Post a Comment