Pembayaran Lintas Batas: Mengatasi Fragmentasi dengan Inovasi Digital
Di era digital yang serba cepat seperti sekarang, kebutuhan akan transaksi finansial yang efisien, transparan, dan berbiaya rendah tidak lagi hanya berlaku di tingkat domestik, melainkan juga secara global. Pembayaran lintas batas, yang melibatkan pergerakan dana antarnegara, menjadi tulang punggung perekonomian global, mendukung perdagangan internasional, investasi, hingga remitansi. Namun, kenyataannya, industri ini masih dihadapkan pada kompleksitas dan fragmentasi yang signifikan. Sistem pembayaran tradisional yang kerap lambat, tidak transparan, dan memakan biaya tinggi, seringkali menjadi sumber frustrasi bagi pelaku bisnis maupun individu.
Tantangan utama muncul dari beragamnya peraturan dan regulasi di setiap negara, perbedaan zona waktu, serta keterlibatan banyak pihak dalam satu transaksi. Kondisi ini menciptakan lanskap pembayaran lintas batas yang terpecah-pecah, menyulitkan upaya mencapai pengalaman yang mulus dan instan, layaknya pembayaran domestik. Untungnya, berbagai inisiatif global, seperti Roadmap G20 untuk Peningkatan Pembayaran Lintas Batas, hadir sebagai 'kompas' yang mengarahkan industri menuju tujuan bersama: membuat pembayaran lintas batas lebih murah, cepat, transparan, dan mudah diakses pada tahun 2027. Di Indonesia sendiri, upaya menuju ekosistem pembayaran yang lebih terintegrasi juga terus digalakkan, sejalan dengan visi transformasi digital nasional.
Tantangan Pembayaran Lintas Batas di Indonesia dan Global
Memindahkan dana antarnegara bukanlah pekerjaan yang sederhana. Prosesnya melibatkan serangkaian langkah rumit, mulai dari verifikasi identitas, konversi mata uang, hingga kepatuhan terhadap regulasi di yurisdiksi yang berbeda-beda. Ini seringkali membuat prosesnya menjadi berlarut-larut, mahal bagi pengirim maupun penerima, serta kurangnya kejelasan mengenai status pembayaran dan biaya yang terkait. Tak heran jika pembayaran global menjadi ‘titik nyeri’ bagi banyak pihak, termasuk lembaga keuangan dan perbankan di Indonesia yang harus melayani kebutuhan klien mereka.
Lembaga keuangan menyadari betul dampak dari proses lama terhadap layanan pelanggan. Mereka dituntut untuk segera mengimplementasikan proses yang lebih baik agar pembayaran global dapat sejalan dengan tuntutan abad ke-21. Namun, bank-bank seringkali menghadapi kendala infrastruktur lama, kurangnya sistem real-time, dan inovasi yang terhambat oleh batasan regulasi. Di tengah kondisi ini, mereka juga harus bersaing dengan pemain non-bank yang gesit dan inovatif, seperti perusahaan fintech. Para fintech ini menawarkan pendekatan non-tradisional, membangun jaringan pembayaran alternatif yang lebih cepat, transparan, dan berbiaya rendah, menciptakan pengalaman pengguna yang sulit ditandingi oleh banyak bank saat ini.
Guna mengatasi hambatan ini dan menyediakan pembayaran lintas batas yang fleksibel serta instan, bank-bank perlu menyelaraskan diri dengan pilar-pilar Roadmap G20. Hal ini krusial untuk mendukung ekosistem pembayaran global yang seragam dan memungkinkan bank untuk bergerak efektif menuju tujuan akhir pembayaran lintas batas yang lebih baik. Roadmap ini dirancang untuk mempercepat adopsi pembayaran instan global, menjadi panduan tak ternilai bagi industri perbankan dalam merumuskan jalan menuju masa depan yang koheren dan konsisten.
Strategi Mengintegrasikan Sistem Lama dengan Inovasi Terkini
Salah satu pendekatan kunci yang diadopsi industri adalah meningkatkan infrastruktur yang ada, dengan fokus pada peningkatan kecepatan dan visibilitas. Bank-bank secara aktif mengimplementasikan inisiatif industri baru, seperti yang disediakan oleh Swift, serta teknologi dan proses mutakhir lainnya untuk memenuhi kebutuhan klien global mereka.
Peran Swift gpi dan Swift Go
Sebagai contoh, Swift gpi (Global Payments Innovation) telah menjadi terobosan besar dengan menyediakan pelacakan end-to-end secara real-time dan transparansi untuk pembayaran lintas batas. Ini berkontribusi pada pengurangan waktu pemrosesan secara keseluruhan, sehingga memberikan layanan yang lebih baik bagi klien. Berangkat dari kesuksesan Swift gpi, Swift Go kemudian menstandarisasi hubungan koresponden banking di bawah perjanjian tingkat layanan (SLA) yang seragam. Ini memungkinkan kapabilitas serupa untuk pembayaran bernilai rendah, memfasilitasi saluran pengiriman yang lebih efisien seperti ACH (Automated Clearing House) dan pembayaran instan, bukan hanya transfer dana tradisional. Di Indonesia, adaptasi serupa dapat dilakukan dengan mengintegrasikan sistem pembayaran domestik (seperti BI-FAST) ke dalam kerangka kerja lintas batas.
Interoperabilitas dan Jalur Pembayaran Alternatif
Melengkapi perkembangan ini, lembaga keuangan juga merangkul interoperabilitas, jalur pembayaran alternatif, dan layanan smart foreign exchange (FX) untuk mengurangi biaya dan meningkatkan kualitas layanan. Inisiatif seperti yang dilakukan BNY, yang memungkinkan lembaga keuangan untuk memulai pembayaran lintas batas melalui pesan ISO 20022 pacs.008 dan mengirimkannya melalui jalur ACH domestik AS, menunjukkan bagaimana biaya dapat ditekan. Penerima akan menerima jumlah penuh pada hari berikutnya, sementara pengirim menikmati biaya transaksi yang lebih rendah dan pengalaman yang lebih terprediksi. Ini adalah contoh bagaimana kolaborasi antara lembaga keuangan global dan pemanfaatan teknologi dapat menciptakan solusi yang lebih hemat biaya dan efisien, relevan untuk diterapkan di pasar berkembang seperti Indonesia.
Membangun Fondasi Kokoh untuk Konsistensi dan Interoperabilitas
Langkah selanjutnya adalah memungkinkan interoperabilitas dan konektivitas antara sistem dan platform pembayaran yang berbeda dengan menyelaraskan persyaratan kepatuhan dan regulasi di berbagai yurisdiksi. Ini membutuhkan pemerintah, operator jaringan, bank, dan badan industri untuk bergerak ke arah yang sama, mengadopsi standar umum, dan menciptakan proses seragam untuk pengelolaan pengecualian. Kabar baiknya, kemajuan sudah terlihat di beberapa wilayah.
Inisiatif Regional dan Global
Di Eropa, misalnya, skema One-Leg Out Instant Credit Transfer (OCT Inst) dari EPC memungkinkan penyedia layanan pembayaran (PSP) untuk memanfaatkan jalur pembayaran SEPA (Single Euro Payments Area) yang sudah ada guna memfasilitasi pembayaran lintas batas yang memiliki satu kaki euro di dalam dan satu kaki di luar SEPA. Sementara itu, pendekatan serupa juga diadopsi di pasar lain untuk memungkinkan interoperabilitas lintas batas menggunakan jalur domestik yang ada. Contoh nyata adalah kemitraan BNY dengan Commonwealth Bank of Australia (CBA), yang memungkinkan pembayaran real-time ke Australia 24/7. Hal ini dimungkinkan oleh fitur baru dalam New Payments Platform (NPP) Australia, sistem pembayaran real-time mereka. Ini menunjukkan bahwa dengan kerangka kerja internasional dalam skema pembayaran instan, negara-negara dapat mencapai konektivitas global yang lebih baik.
Peran Teknologi Baru dan Fintech
Perusahaan fintech dan teknologi baru memiliki peran signifikan dalam membentuk masa depan pembayaran global. Layanan berbasis blockchain untuk penyelesaian terus-menerus pada satu buku besar mulai muncul sebagai alternatif bagi koresponden banking. Selain itu, dompet digital semakin dipilih sebagai opsi layanan yang lebih disukai di banyak pasar, termasuk di Indonesia dengan maraknya penggunaan e-wallet. Kombinasi dari perkembangan infrastruktur ini dapat memungkinkan pembayaran global terjadi kapan saja, tanpa dibatasi jam kerja, zona waktu, atau hari kerja. Ini berpotensi meningkatkan visibilitas arus kas, manajemen pemasok yang lebih efisien, dan kontrol likuiditas yang lebih baik bagi bisnis. Secara keseluruhan, pembayaran real-time telah meningkatkan fleksibilitas dalam mengelola likuiditas.
Menyatukan Potongan Puzzle Pembayaran Global
Meskipun industri berupaya menciptakan lingkungan yang lebih terstandarisasi, akan selalu ada skema yang berbeda di pasar yang berbeda, masing-masing dengan model, aturan, dan Perjanjian Tingkat Layanan (SLA) yang unik. Oleh karena itu, bank-bank harus mempertimbangkan pasar sasaran mereka dan integrasi dengan inisiatif yang relevan untuk secara efektif memenuhi kebutuhan pembayaran internasional klien.
Pada akhirnya, bank perlu menyediakan solusi pembayaran global terpadu (one-stop shop) yang memungkinkan klien memindahkan uang dengan cepat, di mana saja, dan kapan saja dengan mudah. Dengan kompleksitas dan fragmentasi yang meluas, kemampuan untuk menawarkan pengalaman yang sederhana dan efektif inilah yang akan memberikan nilai terbesar. Di saat yang sama, industri harus berupaya mengintegrasikan nilai-nilai dan infrastruktur umum dalam inisiatif seperti penyelesaian 'one-leg-out', dompet digital, dan model koresponden banking, untuk memungkinkan ekosistem pembayaran global secara keseluruhan berfungsi dengan mulus. Dalam hal ini, Roadmap G20 harus dipandang sebagai ‘bintang utara’ yang memandu industri menuju penyelarasan, mengikuti prinsip-prinsipnya. Dengan demikian, akan membantu menanamkan kerangka infrastruktur umum, yang berpusat pada aturan dan prinsip standar seputar ketersediaan 24/7, transparansi, finalitas, pencegahan penipuan, dan standar pesan yang sama.
Meskipun fragmentasi masih ada dalam infrastruktur lintas batas, membangun fondasi yang kuat dan mempromosikan kolaborasi akan menjadi kunci bagi solidaritas di masa depan, mengelola pasar secara holistik untuk solusi yang benar-benar global, dan memetakan jalan menuju konektivitas yang lebih baik.
Posting Komentar untuk "Pembayaran Lintas Batas: Mengatasi Fragmentasi dengan Inovasi Digital"
Posting Komentar