Indonesia, negeri penuh kejutan. Kali ini, kita disuguhi pertunjukan akrobatik hukum yang membuat sirkus terasa monoton. Bayangkan, mencuri 300 triliun rupiah — jumlah yang cukup untuk beli pulau, bangun negara baru, atau setidaknya traktir semua penduduk Indonesia minum kopi premium selama seminggu — hanya dihukum 6,5 tahun penjara. Itu pun kalau nggak dapat remisi Hari Kemerdekaan atau bonus lebaran.
Presiden kemudian dengan gagah berani menyuarakan gagasan bahwa koruptor triliunan harus dihukum minimal 50 tahun. Ide yang brilian, memang. Tapi, mari kita bertanya bersama-sama: hukum 50 tahun ini berlaku mulai kapan? Untuk siapa? Dan lebih penting lagi, apakah yang mencuri receh di toko kelontong tetap dapat vonis lebih berat hanya karena nggak punya koneksi politik?
Logikanya sederhana, kan? Kalau mencuri ayam dapat dihukum 5 tahun, mencuri 300 triliun setidaknya perlu dihukum seumur hidup plus reinkarnasi dihitung lagi. Tapi ya begitulah, hukum di Indonesia selalu punya kreativitas tersendiri. Ada diskon hukuman, promo beli satu gratis satu, atau bahkan cashback remisi.
Sementara itu, rakyat kecil yang mencuri sandal di masjid mungkin masih mendekam di penjara lebih lama dibandingkan dengan para pencuri berjubah jas mahal. Mungkin ada pelajaran di sini: kalau mau jadi kriminal di Indonesia, jangan tanggung-tanggung. Sekalian korupsi triliunan, biar vonisnya ringan dan bisa jadi headline yang membanggakan.
Kita hanya bisa berharap, semoga keadilan suatu hari nanti berhenti buta terhadap uang. Tapi, mengingat riwayatnya, mungkin keadilan di sini hanya sedikit rabun jauh—selalu melihat yang besar, dan melewatkan yang kecil. Ah, begitulah nasib negeri +62: absurd tapi tetap bikin kita senyum miris.
Post a Comment