TAM: Solusi untuk Semua Masalah Adopsi (Tapi Jangan Tanya Soal Teknologinya)
Technology Acceptance Model pertama kali diperkenalkan oleh Fred Davis pada tahun 1989. Inti dari model ini sangat sederhana dan brilian: hanya ada dua variabel utama yang bisa menjelaskan segalanya, yaitu Perceived Usefulness (PU) dan Perceived Ease of Use (PEOU). Dengan dua istilah ini, semua masalah teknologi yang tidak diadopsi bisa dijelaskan secara ilmiah dan tanpa rasa bersalah.
Perceived Usefulness: Pengguna Itu Hanya Tidak Mengerti Kegunaan
"Apakah teknologi ini bikin hidup lebih mudah?" adalah pertanyaan yang mendasari variabel ini. Jika jawabannya "tidak", maka jangan langsung introspeksi tentang produk Anda. TAM memberi Anda jawaban yang lebih nyaman: itu semua hanya masalah persepsi pengguna. Mereka belum sadar bahwa aplikasi pencat rambut pintar Anda sebenarnya adalah solusi revolusioner yang selama ini dunia butuhkan. Jika mereka tidak mengerti, ya itu salah mereka, bukan produk Anda yang sebenarnya tidak diperlukan oleh siapa pun.
Perceived Ease of Use: Belajar Aja Nggak Mau, Kok Protes?
Seberapa gampang teknologi ini dipakai? Kalau pengguna merasa teknologi Anda sulit, itu bukan berarti teknologinya buruk. Itu artinya pengguna kurang usaha. Masa belajar antarmuka yang sekompleks kokpit pesawat aja nggak mau? TAM mengajarkan bahwa pengguna itu malas, dan Anda sebagai pengembang tidak perlu repot-repot menyesuaikan desain dengan kemampuan mereka. Bukankah lebih mudah menyalahkan orang lain daripada mengubah diri sendiri?
Dengan dua konsep ini, TAM menjadi pedoman universal bagi perusahaan teknologi. “Kalau produkmu nggak laku, jangan introspeksi! Cukup salahkan persepsi pengguna dan lanjutkan dengan anggaran pemasaran lebih besar.”
Penggunaan TAM di Dunia Nyata: Studi Kasus yang (Nggak) Membanggakan
Aplikasi “Super All-in-One” yang Gagal
Bayangkan sebuah aplikasi yang menawarkan semuanya: belanja, bayar tagihan, pesan makanan, hingga memesan domba kurban. Kedengarannya keren, kan? Tapi ternyata, aplikasi ini hanya mendapat 2 dari 5 bintang di Google Play Store. Apa yang salah? Menurut TAM, mungkin pengguna belum melihat betapa bergunanya aplikasi ini. Padahal, semua kebutuhan mereka bisa terpenuhi hanya dengan 27 klik dan 14 form pengisian data.
"Kalau mereka nggak mau ribet sedikit saja untuk mengakses fitur revolusioner ini, ya itu masalah mereka. Teknologi kami jelas tidak salah," kata pengembang aplikasi sambil menambahkan fitur baru yang membuatnya semakin kompleks.
Jam Tangan Pintar yang Bikin Pusing
Jam tangan pintar sering digembar-gemborkan sebagai perangkat yang bisa menyelamatkan hidup Anda. Dengan kemampuan mengukur detak jantung, kadar oksigen darah, hingga memberi tahu kapan Anda terlalu stres, jam ini terdengar seperti mukjizat modern. Tapi tunggu dulu, kenapa banyak orang masih enggan membelinya? Jawabannya jelas: mereka belum sadar betapa pentingnya menerima notifikasi Instagram langsung di pergelangan tangan mereka. Kalau mereka tidak mau menghabiskan gaji sebulan untuk itu, ya itu masalah persepsi mereka, bukan masalah produk.
Kenapa TAM Sangat Disukai (oleh Orang yang Menjual Teknologi)
Tidak ada yang lebih memuaskan daripada memiliki model yang menyalahkan semua orang kecuali Anda sendiri. TAM memberi solusi yang sangat nyaman bagi para pengembang teknologi:
Tidak Perlu Mengakui Kelemahan Produk
Jika teknologi Anda tidak diadopsi, cukup bilang, “Perceived Usefulness-nya belum dipahami.” Ini seperti bilang bahwa makanan gosong Anda sebenarnya enak, hanya saja lidah tamu Anda belum cukup terlatih untuk menikmatinya.
Peluang Meningkatkan Anggaran Pemasaran
Kalau pengguna tidak tertarik, solusinya sederhana: bikin lebih banyak iklan yang menjelaskan betapa hebatnya teknologi ini. Tambahkan jargon seperti blockchain, AI, dan revolutionary untuk meyakinkan mereka. Karena seperti yang kita tahu, semakin banyak istilah canggih yang digunakan, semakin berguna teknologi itu di mata pengguna.
Penyederhanaan Dunia Teknologi
TAM membuat hidup lebih mudah bagi para pengembang. Kenapa susah-susah memikirkan realitas sosial, budaya, atau konteks ekonomi, kalau Anda bisa menyederhanakannya menjadi dua variabel saja? Bukankah jauh lebih nyaman hidup dalam dunia yang percaya bahwa teknologi selalu baik dan pengguna yang salah?
Alternatif untuk TAM: Jangan Bermimpi
Tentu saja, ada akademisi dan praktisi yang mencoba menawarkan model lain yang lebih kompleks dan mempertimbangkan aspek-aspek seperti budaya, konteks sosial, atau bahkan emosi pengguna. Tapi mari jujur, siapa yang mau repot dengan hal-hal seperti itu?
Kenapa harus mempertimbangkan faktor budaya lokal saat meluncurkan aplikasi pembayaran digital di pedesaan, kalau Anda bisa langsung menyalahkan mereka karena tidak memahami pentingnya teknologi? TAM memberikan jawaban yang lebih nyaman: pengguna perlu diedukasi, bukan teknologinya yang perlu disesuaikan.
Terima Kasih, TAM!
Akhirnya, kita harus berterima kasih kepada Technology Acceptance Model. Berkat model ini, kita bisa terus hidup dalam dunia yang menyalahkan persepsi pengguna alih-alih memperbaiki teknologi. Jadi, para pengembang teknologi, tenang saja. Kalau produk Anda gagal, TAM akan selalu ada untuk menjelaskan bahwa itu semua bukan salah Anda.
Karena pada akhirnya, jika teknologi tidak diterima, jelas itu karena pengguna tidak cukup pintar untuk memahami kehebatannya. Bukankah begitu?
Post a Comment