Dilema Dividen Nasdaq: Peluang atau Jebakan Nilai di Saham Berimbal Hasil Tinggi?
Poin-Poin Utama
PepsiCo, Comcast, dan Kraft Heinz adalah tiga saham dengan imbal hasil dividen tertinggi di indeks Nasdaq-100.
Ketiga saham ini telah mengalami penurunan harga antara 19% hingga 24% selama setahun terakhir, dengan imbal hasil dividen berkisar antara 4,1% hingga 6,1% saat ini.
Dengan aset yang kuat dan valuasi yang menarik, mereka dianggap sebagai kandidat potensial untuk melakukan 'turnaround' atau pemulihan.
Di tengah dinamika pasar saham yang selalu berubah, terutama dengan The Fed yang mulai menyesuaikan suku bunga, perhatian investor sering kali tertuju pada saham-saham yang menawarkan imbal hasil dividen yang menggiurkan. Tiga nama besar yang muncul di radar adalah PepsiCo (NASDAQ: PEP), Comcast (NASDAQ: CMCSA), dan Kraft Heinz (NASDAQ: KHC), yang saat ini menawarkan dividen di atas 4%. Angka ini tentu menarik di kondisi ekonomi apa pun, tetapi menjadi semakin signifikan ketika bank sentral mulai mengisyaratkan pelonggaran moneter.
Ketiga perusahaan ini bukan hanya menawarkan imbal hasil dividen yang tinggi, tetapi juga merupakan saham dengan imbal hasil tertinggi di Nasdaq-100, sebuah indeks yang didominasi oleh perusahaan teknologi besar. Namun, berbeda dengan mayoritas konstituen Nasdaq-100, PepsiCo, Comcast, dan Kraft Heinz adalah merek konsumen yang sudah dikenal luas dan tidak termasuk dalam sektor teknologi. Ironisnya, di pasar yang sedang mencapai puncak baru, ketiga saham ini justru diperdagangkan mendekati level terendah dalam 52 minggu terakhir. Penurunan harga ini seringkali menjadi tempat di mana dividen "gemuk" dapat ditemukan, memunculkan pertanyaan klasik bagi investor: apakah ini sebuah peluang emas untuk membeli aset berharga dengan harga diskon, atau justru jebakan nilai yang berpotensi merugikan?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita perlu menyelami lebih dalam profil masing-masing perusahaan, menganalisis kekuatan inti, tantangan yang dihadapi, serta prospek jangka panjangnya. Memahami nuansa di balik angka-angka dividen tinggi adalah kunci untuk membedakan antara investasi yang berpotensi menghasilkan keuntungan signifikan dan saham yang mungkin terus tertekan.
PepsiCo: Lebih dari Sekadar Minuman Bersoda
Selama setahun terakhir, saham PepsiCo telah mengalami penurunan sekitar 20%. Meskipun demikian, narasi bearish yang kerap mengaitkan PepsiCo hanya dengan minuman ringan bergula tidak sepenuhnya akurat. Konsumsi minuman berkarbonasi memang terus menurun, tetapi bisnis PepsiCo telah menunjukkan adaptasi luar biasa dalam menemukan jalur pertumbuhan.
PepsiCo telah mencatat pertumbuhan pendapatan selama delapan tahun berturut-turut. Meskipun pendapatan sedikit menurun dalam tiga dari empat kuartal terakhir, analis memproyeksikan paruh kedua tahun ini akan "berkilau" dan mendorong pendapatan naik untuk tahun kesembilan secara berturut-turut. Ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk terus berinovasi dan memperluas portofolionya.
Strategi pertumbuhan PepsiCo melibatkan diversifikasi produk yang cerdas. Akuisisi SodaStream pada tahun 2018 adalah langkah inovatif untuk menangkap tren minuman bersoda "do-it-yourself". Selain itu, perusahaan juga meningkatkan kepemilikannya di sebuah perusahaan minuman energi yang sahamnya hampir berlipat ganda pada tahun 2025. PepsiCo bukan hanya pemimpin di berbagai kategori minuman, tetapi juga mendominasi pasar makanan ringan asin hingga oatmeal. Diversifikasi ini memberikan perusahaan ketahanan di tengah perubahan preferensi konsumen.
Bagi investor, daya tarik PepsiCo semakin meningkat dengan naiknya imbal hasil dividen seiring dengan penurunan harga sahamnya. Yang lebih mengesankan, PepsiCo telah meningkatkan dividen kuartalannya sebesar 5% awal tahun ini, memperpanjang statusnya sebagai "Dividend King" selama 53 tahun berturut-turut. Ini adalah bukti komitmen jangka panjang perusahaan terhadap pengembalian kepada pemegang saham. Dengan rasio pembayaran dividen ke depan sebesar 65%, perusahaan memiliki cukup ruang fiskal untuk mempertahankan dan meningkatkan pembayaran dividennya. Saat ini, PepsiCo diperdagangkan dengan kelipatan harga terhadap laba (P/E) di bawah 17 kali target laba tahun depan, menjadikannya tawaran yang menarik dibandingkan banyak saham berkinerja tinggi tahun ini.
Comcast: Raja Konten di Tengah Pergeseran Media
Bagi mereka yang mencari imbal hasil tinggi dan rasio P/E rendah, Comcast menawarkan dividen 4,2% dan diperdagangkan hanya 7 kali estimasi pendapatan tahun ini. Namun, ada beberapa hal yang perlu dicermati. Sebagai perusahaan dengan leverage tinggi, rasio P/E hampir berlipat ganda jika dihitung berdasarkan nilai perusahaan (enterprise value) sebesar $209 miliar dibandingkan kapitalisasi pasar sebesar $117 miliar. Selain itu, dua bisnis inti yang dulunya sangat menguntungkan kini menghadapi tantangan.
Comcast telah menyaksikan fenomena "cord-cutting" yang mengikis bisnis TV kabelnya selama bertahun-tahun. Kini, bahkan bisnis konektivitas broadband yang dulunya stabil pun menunjukkan tanda-tanda perlambatan. Ini adalah masalah besar, mengingat kedua segmen ini menghasilkan 64% dari pendapatan dan 83% dari laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) yang disesuaikan pada tahun 2024. Pergeseran ini menunjukkan bahwa model bisnis tradisional perlu beradaptasi secara radikal.
Namun, prospek Comcast sebagai pencipta konten jauh lebih cerah. Melalui NBCUniversal, perusahaan ini menjadi kekuatan dominan di antara jaringan media, layanan streaming, dan taman hiburan. Di era di mana "konten adalah raja", kepemilikan aset media yang kuat menempatkan Comcast pada posisi strategis. Perusahaan juga sangat aktif dalam mengembalikan modal kepada pemegang saham, tidak hanya melalui dividen yang diperdagangkan pada titik tertinggi historis, tetapi juga melalui pembelian kembali saham. Tahun lalu, Comcast menghabiskan $8,6 miliar untuk pembelian kembali saham. Dengan "perang penawaran" untuk perusahaan media yang diperkirakan akan memanas, aset konten Comcast menjadi semakin berharga. Setelah penurunan 22% selama setahun terakhir, ada alasan kuat untuk percaya pada potensi pemulihan saham Comcast.
Kraft Heinz: Transformasi di Bawah Bayang-Bayang Dividen Tinggi
Dengan imbal hasil dividen yang melampaui 6%, Kraft Heinz adalah perusahaan paling dermawan di antara konstituen Nasdaq-100. Namun, status ini mungkin tidak bertahan lama, dan ini bukan hanya soal keberlanjutan pembayaran dividen itu sendiri. Bulan ini, Kraft Heinz mengumumkan rencana untuk memecah bisnisnya menjadi dua entitas terpisah: satu perusahaan publik untuk produk berpendingin dan satu lagi untuk produk yang tahan lama di rak. Perusahaan yang mengisi rak-rak toko kelontong lokal dengan merek-merek seperti Jell-O gelatin, Oscar Mayer hot dog, dan Ore-Ida fries akan mengalami transformasi besar.
Penting untuk dicatat bahwa Warren Buffett, melalui Berkshire Hathaway yang memiliki 27,5% saham di perusahaan ini, adalah kekuatan pendorong di balik penggabungan kedua perusahaan di awal. Buffett sendiri dikabarkan tidak senang dengan rencana pemisahan ini, dan mudah untuk memahami argumennya. Jika kedua perusahaan telah berjuang bersama, bagaimana mereka akan berkembang tanpa keuntungan skalabilitas yang mereka miliki saat ini? Pertanyaan ini menjadi inti dari risiko dan peluang investasi di Kraft Heinz pasca-pemisahan.
Meskipun ada ketidakpastian seputar pemisahan ini, analis melihat Kraft Heinz akan pulih tahun depan, menghasilkan laba yang lebih dari cukup untuk menutupi distribusi dividen kuartalannya. Belum jelas bagaimana kebijakan dividen akan ditetapkan setelah perusahaan terpecah menjadi dua, tetapi ini menciptakan peluang menarik bagi investor yang berani. Dengan saham yang turun 24% selama setahun terakhir, untuk sebuah perusahaan -- atau dua perusahaan -- dengan merek-merek besar di pasar yang secara umum sedang bergerak naik, Kraft Heinz menawarkan potensi pemulihan yang signifikan jika rencana pemisahan dapat dieksekusi dengan baik dan menciptakan nilai jangka panjang bagi kedua entitas yang baru.
Kesimpulan: Menimbang Peluang dan Risiko
PepsiCo, Comcast, dan Kraft Heinz adalah contoh menarik dari saham-saham di Nasdaq-100 yang mungkin terabaikan oleh sebagian investor karena label "laggard" atau sektor non-teknologi mereka. Namun, di balik penurunan harga saham dan stigma tersebut, ketiganya menawarkan imbal hasil dividen yang sangat kompetitif, didukung oleh aset yang kuat dan valuasi yang relatif menarik. PepsiCo menunjukkan ketahanan melalui diversifikasi dan status "Dividend King", Comcast bertransformasi menjadi kekuatan konten di era digital, sementara Kraft Heinz berani dengan langkah pemisahan bisnisnya untuk potensi pertumbuhan jangka panjang.
Pertanyaan apakah ini adalah peluang atau jebakan nilai sangat bergantung pada perspektif dan toleransi risiko investor. Bagi mereka yang mencari pendapatan pasif dan percaya pada kekuatan merek dan manajemen yang solid, saham-saham ini bisa menjadi tambahan yang berharga untuk portofolio. Namun, penting untuk melakukan uji tuntas yang menyeluruh, memahami risiko spesifik masing-masing perusahaan – mulai dari tantangan struktural di Comcast, hingga ketidakpastian strategis di Kraft Heinz – dan memantau perkembangan industri secara cermat. Investor yang sabar dan cerdas mungkin akan menemukan bahwa di balik bayangan pasar laggard ini, terdapat mutiara dividen yang siap bersinar.