Suku Bunga Kompak Turun: Optimisme Pasar dan Peluang Investasi
Suku Bunga Kompak Turun: Optimisme Pasar dan Peluang Investasi
Minggu ini menjadi sorotan utama bagi pelaku pasar keuangan global maupun domestik, menyusul langkah serempak dua bank sentral berpengaruh, Bank Indonesia (BI) dan Federal Reserve (The Fed) Amerika Serikat, dalam menurunkan suku bunga acuan mereka. Keputusan ini, yang sebagian datang di luar ekspektasi, telah memicu gelombang optimisme di pasar saham dan membuka potensi menarik bagi beberapa jenis instrumen investasi. Di tengah dinamika global yang mulai mereda, perhatian kini beralih pada stimulus ekonomi domestik dan bagaimana hal ini dapat mendorong pertumbuhan.
Pemerintah Gencar dengan Stimulus Ekonomi Senilai Rp16,2 Triliun
Pemerintah Indonesia menunjukkan komitmennya dalam menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dengan meluncurkan paket stimulus ekonomi ketiga di tahun 2025. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengumumkan bahwa paket ini bernilai sekitar Rp16,2 triliun dan secara khusus ditargetkan untuk kuartal keempat tahun 2025. Inisiatif ini merupakan kelanjutan dari dua paket stimulus sebelumnya, yang masing-masing diluncurkan pada Januari–Februari dan Juni–Juli 2025, dengan nilai total yang tidak kalah signifikan.
Paket stimulus terbaru ini mencakup delapan program prioritas yang dirancang untuk memberikan dampak luas bagi masyarakat dan sektor riil. Program-program tersebut meliputi: program magang bagi lulusan perguruan tinggi untuk mengurangi pengangguran, perluasan insentif PPh 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) bagi pekerja di sektor pariwisata, bantuan pangan untuk menjaga daya beli masyarakat, serta bantuan iuran jaminan kecelakaan kerja dan kematian bagi pekerja informal seperti mitra ojek online. Selain itu, pemerintah juga meluncurkan program manfaat layanan tambahan perumahan BPJS Ketenagakerjaan, program padat karya tunai (cash for work) untuk menciptakan lapangan kerja, percepatan deregulasi melalui PP No. 28, dan pilot project program perkotaan di kota-kota besar yang bertujuan meningkatkan kualitas permukiman serta menyediakan fasilitas untuk gig economy. Langkah-langkah ini menunjukkan pendekatan komprehensif pemerintah dalam menstimulasi ekonomi dari berbagai sisi.
Tidak hanya itu, pemerintah juga berkomitmen untuk melanjutkan empat program insentif penting hingga tahun 2026. Insentif-insentif ini meliputi perpanjangan PPh final 0,5% bagi wajib pajak orang pribadi UMKM hingga tahun 2029, PPh 21 DTP untuk pekerja sektor pariwisata dengan gaji hingga 10 juta per bulan, PPh 21 DTP untuk pekerja sektor padat karya dengan gaji hingga 10 juta per bulan, serta diskon iuran jaminan kecelakaan kerja dan kematian bagi pekerja bukan penerima upah, termasuk mitra ojek online. Kebijakan-kebijakan ini diharapkan dapat memberikan dukungan berkelanjutan bagi sektor-sektor kunci dan kelompok masyarakat yang rentan, menjaga stabilitas ekonomi dan mendorong pertumbuhan jangka panjang.
Bank Indonesia Pangkas Suku Bunga di Luar Ekspektasi
Dalam keputusan yang mengejutkan pasar, Bank Indonesia (BI) mengumumkan pemangkasan BI Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,75% pada hari Rabu (17/9). Pemangkasan ini juga diikuti oleh penurunan lending facility sebesar 25 bps menjadi 5,5% dan deposit facility sebesar 50 bps menjadi 3,75%. Secara keseluruhan, BI Rate telah mengalami penurunan total 125 bps sejak awal tahun.
Langkah BI ini didasari oleh keinginan kuat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi domestik, sembari tetap menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan inflasi agar tetap berada dalam kisaran target 1,5–3,5% untuk tahun 2025 dan 2026. Selain itu, keputusan ini juga mempertimbangkan probabilitas pemangkasan suku bunga oleh bank sentral AS (The Fed) yang tinggi serta tren pelemahan indeks dolar AS (DXY). Meskipun demikian, pemangkasan BI Rate ini berlangsung di tengah wacana perluasan mandat BI untuk turut mendorong pertumbuhan sektor riil dan penciptaan lapangan kerja, serta usulan wewenang DPR untuk merekomendasi pemecatan gubernur BI. Wacana ini sempat menimbulkan kekhawatiran terkait independensi BI di mata sejumlah pihak, termasuk media internasional seperti Bloomberg, mengingat pentingnya independensi bank sentral dalam menjaga kebijakan moneter yang stabil.
The Fed Juga Pangkas Suku Bunga, Proyeksikan Penurunan Berkelanjutan
Tak ketinggalan, bank sentral Amerika Serikat, The Fed, juga memutuskan untuk melakukan pemangkasan suku bunga acuan pertamanya di tahun 2025. Pemangkasan sebesar 25 bps membawa suku bunga ke kisaran 4–4,25%, sesuai dengan ekspektasi konsensus pasar. Ketua The Fed, Jerome Powell, menjelaskan bahwa keputusan ini diambil sebagai respons terhadap pelemahan pasar tenaga kerja di AS, meskipun diakui masih terdapat risiko inflasi yang tinggi.
Proyeksi The Fed menunjukkan adanya potensi dua kali pemangkasan suku bunga lagi hingga akhir tahun 2025, yang diperkirakan akan menurunkan suku bunga ke level 3,5–3,75%. Sinyal ini memberikan kejelasan arah kebijakan moneter AS ke depan dan diperkirakan akan berdampak signifikan terhadap sentimen pasar global. Tren penurunan suku bunga ini secara umum menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi pertumbuhan ekonomi global, mengurangi biaya pinjaman, dan berpotensi mendorong investasi.
Reaksi Pasar dan Peluang Investasi
Keputusan pemangkasan suku bunga oleh BI, yang datang di luar perkiraan banyak pihak, disambut sangat positif oleh pasar saham domestik. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melonjak +0,85% dan mencapai level penutupan tertinggi sepanjang masa (All-Time High/ATH) di level 8.025 pada hari Rabu (17/9). Momentum positif ini berlanjut, dengan IHSG kembali mencetak ATH baru di level 8.051 pada hari Jumat (19/9). Respons euforia ini mencerminkan optimisme investor terhadap prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang didukung oleh kebijakan moneter yang akomodatif.
Di sisi lain, pasar keuangan AS menunjukkan pergerakan yang lebih bervariasi setelah pemangkasan suku bunga The Fed yang sesuai ekspektasi. Indeks Dow Jones yang cenderung lebih defensif berhasil menguat +0,57%, sementara indeks S&P 500 dan Nasdaq justru bergerak turun, mengindikasikan aksi profit taking oleh investor. Ini menunjukkan bahwa pasar telah mengantisipasi langkah The Fed, sehingga dampaknya tidak terlalu mengejutkan.
Secara keseluruhan, ketidakpastian dari sisi eksternal mulai berangsur mereda seiring dengan dimulainya siklus pemangkasan suku bunga oleh The Fed dan rampungnya sebagian besar kesepakatan dagang terkait tarif resiprokal AS. Situasi ini memberikan ruang lebih bagi investor domestik untuk fokus pada isu-isu internal seperti program stimulus pemerintah dan percepatan belanja APBN yang diharapkan dapat mendongkrak kembali pertumbuhan ekonomi. Tren penurunan suku bunga, baik secara global maupun domestik, juga cenderung mendorong penurunan yield obligasi. Fenomena ini sangat menguntungkan bagi instrumen investasi seperti Obligasi FR dan Reksa Dana Obligasi, karena harganya memiliki korelasi terbalik dengan suku bunga pasar. Artinya, ketika suku bunga turun, harga obligasi cenderung naik, berpotensi memberikan keuntungan modal bagi investor.
Peluang Investasi di Tengah Penurunan Suku Bunga
Dalam kondisi suku bunga yang cenderung menurun, Reksa Dana Obligasi dan Obligasi FR menjadi pilihan menarik bagi investor yang mencari potensi pertumbuhan modal. Berikut beberapa contoh Reksa Dana Obligasi dengan kinerja positif:
- ABF Indonesia Bond Index Fund: Return +37,8% dalam 5 tahun terakhir
- Manulife Obligasi Unggulan Kelas A: Return +31,4% dalam 5 tahun terakhir
- BNP Paribas Prima II Kelas RK1: Return +25,7% dalam 5 tahun terakhir
*Return reksa dana per 19 September 2025. Berdasarkan data historis, tidak menjamin kinerja di masa depan.
Selain itu, Reksa Dana Pasar Uang juga tetap menjadi pilihan solid untuk menjaga likuiditas dan mendapatkan imbal hasil yang stabil. Beberapa Reksa Dana Pasar Uang dengan kinerja menarik antara lain:
- Sucorinvest Money Market Fund: Return +5,99% dalam 1 tahun terakhir
- BRI Seruni Pasar Uang III: Return +5,50% dalam 1 tahun terakhir
- TRIM Kas 2 Kelas A: Return +5,48% dalam 1 tahun terakhir
*Return reksa dana per 19 September 2025. Berdasarkan data historis, tidak menjamin kinerja di masa depan.
ORI028 Segera Hadir di Bibit
Bagi investor yang mencari stabilitas dengan imbal hasil tetap, pemerintah akan menerbitkan Obligasi Ritel Indonesia (ORI) seri ORI028. ORI028 menawarkan kupon fixed rate atau tetap hingga jatuh tempo, dengan pembayaran kupon setiap bulan langsung ke rekening dana nasabah (RDN) Anda. Ini merupakan pilihan aset yang menarik di tengah kondisi pasar yang penuh ketidakpastian. Masa penawaran ORI028 akan dimulai pada 29 September hingga 23 Oktober 2025, dan dapat dibeli melalui platform Bibit.
Update Pasar: IHSG All-Time High, Foreign Outflow Obligasi
Market Indonesia menunjukkan performa yang kuat dengan IHSG yang berhasil menembus level tertinggi sepanjang masa. Namun, perlu dicermati adanya foreign outflow atau investor asing yang keluar dari pasar obligasi pemerintah selama tiga minggu berturut-turut, hingga 17 September 2025. Sementara itu, yield obligasi pemerintah 10 tahun tidak banyak berubah dan berada pada level 6,303% pada Jumat (19/9). Data ini memberikan gambaran menyeluruh tentang sentimen dan pergerakan pasar terkini.
Writer: Bibit Investment Research Team
Disclaimer: Konten ini hanya dibuat untuk tujuan edukasi dan bukan rekomendasi untuk beli/jual produk investasi tertentu. Always do your own research
In Case You Missed It
Bibit Insights | Kelola Uang Bonus Sama Bijaknya dengan Gaji – Artikel ini membahas tentang Mental Accounting Bias, yaitu kecenderungan untuk membedakan uang berdasarkan sumbernya saat berinvestasi. Penting untuk mengelola uang bonus dengan bijak, sama seperti gaji, agar alokasi investasi tetap sesuai dengan profil risiko dan rencana awal.
Artikel Lainnya
- 🤝 UNTR Akan Akuisisi Tambang Doup Milik PSAB – PT United Tractors Tbk (UNTR) melalui anak usahanya berencana mengakuisisi 100% saham PT Arafura Surya Alam (ASA) dari anak usaha PSAB dengan nilai sekitar 540 juta dolar AS atau ~8,9 triliun rupiah. Ini menunjukkan ekspansi bisnis UNTR di sektor pertambangan.
- 🏦 BMRI 1H25: Laba Bersih -8% YoY, di Bawah Ekspektasi – PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) mencatatkan laba bersih sebesar 11,3 triliun rupiah pada 2Q25, dan 24,5 triliun rupiah selama 1H25. Penurunan laba bersih ini (-8% YoY) berada di bawah ekspektasi, utamanya disebabkan oleh lonjakan beban operasional dari one-off adjustment terkait audit laporan keuangan.