Graffiti MIT: Platform Sosial Interoperabel untuk Ruang Online Pribadi

Visualisasi sebuah platform sosial yang memungkinkan personalisasi dan interoperabilitas, dengan data pengguna yang terdesentralisasi dan dikelola secara mandiri.

Di era digital saat ini, keinginan untuk memiliki ruang online yang personal dan terkontrol adalah hal yang sangat relevan. Banyak individu dan organisasi merasa terbatasi oleh kerangka kerja *platform sosial* yang ada, yang seringkali memaksakan aturan dan fungsionalitas tertentu. Bayangkan sebuah tempat konser lokal yang ingin membangun komunitasnya sendiri, berbagi musik baru dari artis yang sedang naik daun, dan berinteraksi secara spesifik dengan pengikutnya. Tantangannya adalah, membangun *aplikasi sosial* dari nol memerlukan keahlian pemrograman yang kompleks, dan bahkan jika berhasil, pengguna mungkin enggan bergabung karena harus meninggalkan koneksi dan data mereka di *platform* lama.

Menanggapi tantangan ini, para peneliti dari MIT telah meluncurkan sebuah kerangka kerja inovatif bernama Graffiti. Inisiatif ini bertujuan untuk mempermudah proses pembuatan *aplikasi sosial* yang dipersonalisasi, sembari memungkinkan penggunanya untuk bermigrasi di antara berbagai *aplikasi* tanpa perlu khawatir kehilangan teman atau data penting mereka. Ini merupakan langkah maju yang signifikan dalam upaya memberdayakan pengguna di ranah digital.

Mengapa Personalisasi Menjadi Krusial dalam Ruang Digital?

Kebutuhan akan ruang digital yang dapat disesuaikan adalah cerminan dari keinginan manusia untuk mengekspresikan diri dan berinteraksi dalam lingkungan yang mencerminkan identitas serta nilai-nilai mereka. Organisasi, seperti contoh tempat konser tadi, membutuhkan fungsionalitas khusus yang tidak selalu tersedia di *platform* umum. Namun, membangun infrastruktur *aplikasi sosial* dari awal adalah pekerjaan yang rumit, melibatkan berbagai langkah pemrograman yang memakan waktu dan sumber daya.

Selain itu, masalah lain muncul ketika pengguna harus memutuskan untuk pindah ke *aplikasi* baru. Seringkali, ini berarti meninggalkan lingkaran sosial dan data pribadi yang telah terkumpul selama bertahun-tahun di *platform* sebelumnya. Kondisi ini menjadi penghalang besar bagi adopsi *aplikasi* baru, tidak peduli seberapa menarik atau relevan fitur yang ditawarkan.

Graffiti: Solusi Inovatif dari MIT

Melalui Graffiti, para peneliti MIT berupaya mengatasi dilema ini. Theia Henderson, seorang mahasiswa pascasarjana di bidang teknik elektro dan ilmu komputer, menyatakan, "Kami ingin memberdayakan orang untuk memiliki kendali atas desain mereka sendiri daripada didikte dari atas ke bawah." Filosofi ini menjadi inti dari *Graffiti*, yang dirancang dengan struktur yang fleksibel, memberikan kebebasan kepada individu untuk menciptakan berbagai *aplikasi sosial* yang disesuaikan.

Desain Fleksibel dan Interoperabilitas Inti

Fleksibilitas Graffiti memungkinkan pengembang untuk membangun berbagai jenis *aplikasi*, mulai dari *aplikasi messenger* seperti WhatsApp, *platform microblogging* seperti X (sebelumnya Twitter), hingga situs jejaring sosial berbasis lokasi seperti Nextdoor. Yang menarik, semua ini dapat dilakukan hanya dengan menggunakan alat *pengembangan frontend* seperti HTML.

Protokol Graffiti juga menjamin bahwa semua *aplikasi* yang dibangun dapat saling beroperasi (*interoperabilitas*). Artinya, konten yang diposting di satu *aplikasi* dapat muncul di *aplikasi* lain, bahkan jika desain atau fungsionalitasnya berbeda. Hal yang tak kalah penting, pengguna tetap memegang kendali penuh atas *data* mereka, yang disimpan pada infrastruktur terdesentralisasi, bukan dipegang oleh *aplikasi* tertentu. Konsep *kontrol data* ini merupakan pilar utama dalam membangun ekosistem digital yang lebih sehat.

Mempermudah Pengembangan Aplikasi Sosial

Dua tujuan utama yang ingin dicapai para peneliti dengan Graffiti adalah: menurunkan hambatan untuk membuat *aplikasi sosial* yang dipersonalisasi dan memungkinkan *aplikasi* tersebut saling beroperasi tanpa memerlukan izin dari pengembang. Untuk menyederhanakan proses desain, mereka membangun infrastruktur *backend kolektif* yang dapat diakses oleh semua *aplikasi* untuk menyimpan dan berbagi konten. Ini berarti pengembang tidak perlu lagi menulis kode server yang rumit, sehingga proses pembuatan *aplikasi Graffiti* menjadi lebih mirip dengan membuat situs web menggunakan alat populer seperti Vue.

Pendekatan ini tidak hanya memudahkan, tetapi juga mendorong kreativitas. Pengembang dapat dengan mudah memperkenalkan fitur baru dan jenis konten baru, membuka pintu bagi inovasi yang lebih besar. David Karger, profesor EECS dan anggota Computer Science and Artificial Intelligence Laboratory (CSAIL) MIT, menyoroti, "Graffiti sangat mudah sehingga kami menggunakannya sebagai infrastruktur untuk kelas pengantar desain web yang saya ajarkan, dan mahasiswa dapat menulis *frontend* dengan sangat mudah untuk menghasilkan segala macam *aplikasi*."

Membangun Sistem Moderasi yang Fleksibel dan Berpusat pada Pengguna

Sifat *Graffiti* yang terbuka dan *interoperabel* berarti tidak ada satu entitas pun yang memiliki kekuatan untuk menetapkan kebijakan *moderasi* tunggal untuk seluruh *platform*. Sebaliknya, berbagai layanan *moderasi* yang bersaing dan bahkan bertentangan dapat beroperasi, dan individu dapat memilih mana yang mereka sukai. Ini memungkinkan pendekatan yang lebih personal terhadap *moderasi* konten.

Graffiti menggunakan gagasan "reifikasi total", di mana setiap tindakan yang dilakukan di *Graffiti*, seperti menyukai, berbagi, atau memblokir postingan, direpresentasikan dan disimpan sebagai bagian dari *data* itu sendiri. Seorang pengguna dapat mengonfigurasi *aplikasi sosial* mereka untuk menginterpretasikan atau mengabaikan *data* tersebut menggunakan aturan mereka sendiri. Misalnya, jika sebuah *aplikasi* dirancang agar pengguna tertentu adalah moderator, postingan yang diblokir oleh pengguna tersebut tidak akan muncul di *aplikasi*. Namun, untuk *aplikasi* dengan aturan berbeda di mana orang tersebut tidak dianggap moderator, pengguna lain mungkin hanya melihat peringatan atau tidak ada tanda sama sekali.

"Sistem Theia memungkinkan setiap orang memilih moderator mereka sendiri, menghindari pendekatan *moderasi* satu ukuran untuk semua yang diambil oleh *platform sosial* besar," kata Karger. Namun, pada saat yang sama, tidak adanya moderator sentral berarti tidak ada yang secara otomatis menghapus konten dari *platform* yang mungkin ofensif atau ilegal. Karger menambahkan, "Kita perlu melakukan lebih banyak penelitian untuk memahami apakah itu akan memberikan konsekuensi yang benar-benar merusak atau apakah jenis *moderasi* personal yang kita ciptakan dapat memberikan perlindungan yang dibutuhkan orang."

Mengatasi Context Collapse dan Menjaga Batasan Sosial

Salah satu masalah yang harus diatasi oleh para peneliti adalah apa yang dikenal sebagai "context collapse", yang bertentangan dengan tujuan *interoperabilitas*. Context collapse dapat terjadi jika profil Tinder seseorang muncul di LinkedIn, atau jika sebuah postingan yang ditujukan untuk satu kelompok, seperti teman dekat, menimbulkan konflik dengan kelompok lain, seperti anggota keluarga. Fenomena ini dapat menyebabkan kecemasan dan memiliki dampak sosial yang merugikan bagi pengguna dan komunitas mereka.

Untuk menghindari context collapse, para peneliti merancang Graffiti agar semua konten diatur ke dalam "saluran" (channels) yang berbeda. Saluran ini sangat fleksibel dan dapat merepresentasikan berbagai konteks, seperti orang, *aplikasi*, lokasi, dan lain sebagainya. Jika postingan pengguna muncul di *saluran aplikasi* tetapi tidak di *saluran pribadi* mereka, orang lain yang menggunakan *aplikasi* tersebut akan melihat postingan tersebut, tetapi mereka yang hanya mengikuti pengguna ini tidak akan melihatnya.

"Individu harus memiliki kekuatan untuk memilih audiens untuk apa pun yang ingin mereka katakan," tambah Karger, menekankan kembali pentingnya kontrol pengguna.

Potensi dan Langkah Masa Depan Graffiti

Para peneliti telah menciptakan beberapa *aplikasi Graffiti* untuk menunjukkan kemampuan *personalisasi* dan *interoperabilitas* yang dimilikinya. Contohnya termasuk *aplikasi* khusus komunitas untuk tempat konser lokal, *platform microblogging* yang berpusat pada teks mirip X, *aplikasi* mirip Wikipedia yang memungkinkan pengeditan kolaboratif, dan *aplikasi* pesan instan dengan skema *moderasi* ganda yang meniru WhatsApp dan Slack.

Henderson sangat antusias, menyatakan, "Ini juga menyisakan ruang untuk menciptakan begitu banyak *aplikasi sosial* yang belum terpikirkan oleh orang lain. Saya sangat bersemangat untuk melihat apa yang akan muncul ketika orang diberikan kebebasan kreatif penuh." Ke depan, dia dan rekan-rekannya berencana untuk mengeksplorasi *aplikasi sosial* tambahan yang dapat mereka bangun dengan Graffiti. Mereka juga berniat untuk mengintegrasikan alat seperti editor grafis untuk menyederhanakan proses desain, serta memperkuat keamanan dan privasi *Graffiti*.

Meskipun masih ada jalan panjang sebelum Graffiti dapat diterapkan dalam skala besar, para peneliti saat ini sedang menjalankan studi pengguna untuk mengeksplorasi potensi dampak positif dan negatif sistem ini terhadap lanskap media sosial. Inisiatif ini menjanjikan perubahan paradigma dalam cara kita berinteraksi dan mengelola ruang digital kita, menuju ekosistem yang lebih personal, terkontrol, dan memberdayakan.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url
sr7themes.eu.org