Suku Bunga FOMC dan Harga Bitcoin: Apa Pemicu Kenaikan di Indonesia?
Dunia kripto selalu dipenuhi harapan akan terobosan besar yang bisa melambungkan aset digital, termasuk Bitcoin. Bagi para investor Bitcoin senior yang sudah lama menikmati keuntungan, mungkin keputusan Federal Open Market Committee (FOMC) tidak terlalu berpengaruh. Namun, bagi investor baru yang membeli di puncak harga, Jerome Powell dan Federal Reserve seolah menjadi satu-satunya harapan. Ada ekspektasi besar bahwa harga Bitcoin akan melonjak, tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Hukum Murphy berlaku; kripto paling berharga di dunia ini anjlok hingga 5% di bawah $110.000 setelah pengumuman FOMC. Kejadian ini menimbulkan pertanyaan besar di kalangan investor, tidak terkecuali di Indonesia, mengenai faktor-faktor apa sebenarnya yang mampu menggerakkan harga Bitcoin.
Harga Bitcoin, dan pasar kripto secara umum, belum pulih sepenuhnya dari guncangan pasca-pengumuman tersebut. Dengan harapan yang hancur, harga BTC USDT berada di bawah level pembukaan minggu ini. Pemulihan tampaknya hanya mungkin terjadi jika level $110.000 dapat bertahan hingga akhir hari perdagangan. Sebelum itu, para trader diimbau untuk memantau pergerakan harga dengan cermat. Dominasi Bitcoin masih di atas 59% per 30 Oktober, dan kemungkinan akan meningkat jika harga kripto lainnya gagal memenuhi ekspektasi tinggi para pembeli belakangan. Sementara itu, total kapitalisasi pasar kripto secara global turun hampir 2% menjadi lebih dari $3,8 triliun.
Keputusan Suku Bunga FOMC: Harapan vs. Kenyataan Pasar Kripto
Sebelum pertemuan FOMC, probabilitas penurunan suku bunga diperkirakan hampir 100%. Hampir semua pihak mengharapkan FOMC dan bank sentral AS untuk melonggarkan kebijakan moneter untuk kedua kalinya tahun ini. Dan Jerome Powell beserta timnya memang tidak mengecewakan, setidaknya pada awalnya. Meskipun terjadi penutupan sebagian pemerintah (government shutdown), bank sentral memangkas suku bunga ke kisaran target yang diharapkan, yaitu antara 3,75% dan 4%. Penurunan ini, secara teori, seharusnya memungkinkan lebih banyak uang beredar dalam sirkulasi, yang seringkali dianggap positif untuk aset berisiko seperti kripto.
FOMC, yang bertugas mengatur kebijakan moneter, mengendalikan inflasi, dan mengawasi kondisi pasar tenaga kerja, bertujuan untuk mendukung lapangan kerja, yang sayangnya sempat stagnan dalam beberapa bulan terakhir. Keputusan mereka untuk memangkas suku bunga datang pada saat inflasi masih "agak tinggi", berada di atas target ideal 2%. Dalam kondisi normal, penurunan suku bunga akan mendorong investor untuk mencari aset dengan imbal hasil lebih tinggi, termasuk kripto, karena biaya pinjaman menjadi lebih murah dan likuiditas di pasar meningkat. Namun, Bitcoin tidak merespons seperti yang diharapkan.
Mengapa Harga Bitcoin Justru Anjlok Pasca-Pengumuman Suku Bunga?
Inilah inti permasalahannya. Meskipun pemotongan suku bunga sejalan dengan ekspektasi pasar, harga BTC USDT memang sempat naik, tetapi itu terjadi sebelum konferensi pers Jerome Powell. Setelah konferensi pers itulah, pasar bergejolak. Selama konferensi pers, Jerome Powell menyatakan bahwa FOMC akan tetap "tergantung pada data" (data-dependent), seperti biasa, tetapi penurunan suku bunga lebih lanjut pada bulan Desember bukanlah "keputusan yang sudah pasti" (not a "foregone conclusion").
Pernyataan ini sontak mengejutkan pasar. Keputusan FOMC sebelumnya juga menunjukkan adanya perpecahan di antara anggotanya, dengan dua dissenting opinions yang berlawanan arah. Ketua The Fed menambahkan bahwa bank sentral juga akan memantau perubahan pasar tenaga kerja "dengan sangat, sangat hati-hati". Yang lebih penting, Powell menegaskan bahwa bahkan jika ada perubahan positif, mereka tidak akan terburu-buru memangkas suku bunga lagi jika inflasi kembali meningkat. Pernyataan ini dinilai hawkish, atau berorientasi pada kebijakan moneter ketat, dan berdampak negatif pada aset berisiko, terutama aset kripto, termasuk Bitcoin dan berbagai altcoin.
Komentar Powell ini menangkap basah para analis dan trader, karena sebelum pertemuan ini, probabilitas penurunan suku bunga di bulan Desember berada di atas 90%. Setelah pernyataan tersebut, probabilitasnya langsung turun di bawah 75% dan kemungkinan akan terus menurun. Investor di Indonesia juga turut merasakan dampaknya, di mana sentimen pasar cenderung mengikuti pergerakan global.
Faktor-faktor Penentu Pergerakan Harga Bitcoin Selanjutnya
Mengingat pemotongan suku bunga FOMC tidak mampu menggerakkan harga Bitcoin secara positif, pertanyaan besarnya kini adalah: Apa yang sebenarnya akan menggerakkan harga Bitcoin? Bagaimana kripto, termasuk Bitcoin dan beberapa koin meme Solana teratas, akan berkinerja dalam beberapa hari ke depan sangat bergantung pada faktor-faktor fundamental yang lebih luas.
Ya, meskipun suku bunga AS tetap rendah dan kemungkinan lebih banyak uang "mudah" akan mencari jalan ke pasar kripto, stabilitas beberapa kesepakatan antara Tiongkok dan Amerika Serikat akan memainkan peran penting. Hubungan geopolitik dan stabilitas ekonomi makro global seringkali memiliki pengaruh signifikan terhadap aset seperti Bitcoin, yang dianggap sebagai lindung nilai terhadap ketidakpastian.
Selain itu, aliran dana institusional melalui ETF Spot Bitcoin akan menentukan kecepatan pergerakan harga Bitcoin melewati level resistensi krusial, yang saat ini berada di $115.000 dan $120.000. Masuknya dana besar dari institusi menunjukkan adopsi yang lebih luas dan legitimasi aset kripto, yang dapat memberikan dorongan fundamental yang kuat. Di Indonesia, minat terhadap investasi kripto juga terus meningkat, dan adopsi institusional global pasti akan berdampak positif pada sentimen pasar domestik. Para investor di Tanah Air juga sangat menantikan perkembangan ini sebagai indikator potensi kenaikan harga di masa mendatang.
Singkatnya, pergerakan Bitcoin di masa depan kemungkinan besar tidak hanya ditentukan oleh keputusan suku bunga bank sentral, tetapi juga oleh dinamika geopolitik global dan adopsi institusional yang terus berkembang. Pasar kripto terus menunjukkan kompleksitasnya, di mana faktor-faktor makroekonomi dan sentimen investor global berinteraksi untuk membentuk pergerakan harga.