Transformasi Bank Tunisia: Pandangan CEO BIAT tentang Digitalisasi
Key Points:
- Sektor perbankan Tunisia menunjukkan resiliensi yang kuat di tengah gejolak ekonomi global.
- Adopsi regulasi baru mendorong pembayaran instan dan solusi perbankan digital.
- Digitalisasi menjadi fokus utama strategi perbankan untuk meningkatkan efisiensi dan layanan.
- Potensi pertumbuhan baru muncul dari pembiayaan ekonomi hijau dan biru.
- Bank berperan krusial dalam membantu Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) memenuhi standar lingkungan internasional.
- Diaspora Tunisia menjadi pasar yang dinamis dengan volume remitansi yang terus meningkat.
- BIAT merencanakan ekspansi internasional untuk mendukung perdagangan dan melayani diaspora.
Di tengah dinamika ekonomi global yang penuh tantangan, sektor perbankan seringkali menjadi barometer utama kesehatan finansial suatu negara. Tunisia, sebuah negara di Afrika Utara, menunjukkan ketahanan yang luar biasa dalam sektor perbankannya. Elyes Jebir, CEO BIAT (Banque Internationale Arabe de Tunisie), salah satu bank terkemuka di negara tersebut, memberikan pandangan optimis mengenai prospek cerah bank-bank Tunisia, yang tidak hanya bertahan tetapi juga beradaptasi dengan lanskap ekonomi yang terus berubah. Wawancara ini menyoroti bagaimana bank-bank di Tunisia, serupa dengan institusi keuangan di Indonesia, sedang menavigasi kompleksitas global sambil merangkul inovasi digital dan keberlanjutan.
Resiliensi dan Prospek Cerah Sektor Perbankan
Meskipun dunia masih diwarnai oleh dampak pandemi Covid-19, konflik di Ukraina, dan perkembangan geopolitik di Timur Tengah, hasil kinerja perbankan Tunisia sepanjang tahun 2023, 2024, hingga semester pertama 2025 menunjukkan resiliensi yang patut diacungi jempol. Secara domestik, Tunisia telah memberlakukan legislasi baru, terutama terkait penggunaan cek, yang diharapkan akan mendorong adopsi pembayaran instan, transfer digital, dan solusi keuangan berbasis teknologi. Ini adalah langkah maju yang signifikan, mencerminkan tren global di mana negara-negara seperti Indonesia juga gencar mendorong literasi dan inklusi keuangan digital melalui berbagai kebijakan dan inovasi seperti QRIS.
Jebir mengakui bahwa pertumbuhan kredit belum terlalu tinggi, dan aktivitas pinjaman masih terbilang lemah. Mengingat 60%-70% pendapatan bunga bersih bank-bank Tunisia berasal dari margin intermediasi, pertumbuhan kredit yang terbatas tentu memiliki dampak sistemik. Namun demikian, bank-bank tersebut berhasil membukukan hasil yang kuat, bahkan beberapa di antaranya mengalami peningkatan peringkat dari lembaga pemeringkat kredit. Ini menunjukkan kemampuan manajemen risiko dan efisiensi operasional yang baik, sebuah kualitas yang juga sangat dihargai dalam sektor perbankan Indonesia yang kompetitif.
Prospek masa depan dipandang secara umum positif. Jebir percaya bahwa Tunisia akan menunjukkan kemajuan dalam tinjauan ekonomi berikutnya, yang akan berdampak positif pada peringkat bank. Peningkatan peringkat ini akan memungkinkan bank untuk berekspansi lebih jauh secara internasional tanpa terlalu banyak kendala. Pernyataan ini menegaskan bahwa bank-bank Tunisia tidak beroperasi dalam lingkungan tertutup; mereka sangat berorientasi ke luar. Keyakinan kuat juga ditempatkan pada investasi dalam digitalisasi, yang diyakini akan memberikan manfaat signifikan bagi bank dan nasabah, memungkinkan mereka untuk melakukan bisnis dengan cara-cara yang fundamental baru.
Inovasi Digital dan Produk Unggulan
Digitalisasi sebagai Pilar Utama
Inovasi adalah jantung dari strategi perbankan Tunisia untuk tahun-tahun mendatang. Bank-bank sedang mengembangkan berbagai solusi digital untuk nasabah ritel maupun korporasi. Di saat yang sama, mereka juga membentuk ulang jaringan kantor cabang, mentransformasikannya menjadi pusat-pusat konsultasi dan keahlian. Konsep ini bertujuan untuk memberikan nilai tambah di luar layanan perbankan tradisional. Ini adalah strategi yang relevan secara global, termasuk di Indonesia, di mana bank-bank besar juga sedang beralih dari model cabang transaksional menjadi cabang konsultatif yang lebih fokus pada pelayanan bernilai tinggi.
Potensi Ekonomi Hijau dan Biru
Dalam konteks pembiayaan, peluang baru muncul dari ekonomi hijau. Tunisia memiliki program nasional yang mendukung energi terbarukan, menawarkan potensi investasi yang signifikan. Transisi ini tidak hanya menjanjikan keuntungan finansial tetapi juga dianggap penting dari perspektif keberlanjutan. Selain itu, ada juga momentum di sekitar ekonomi biru, yang terkait dengan kelautan, di mana banyak peluang masih belum termanfaatkan. Di Indonesia, negara maritim dengan sumber daya alam melimpah, konsep ekonomi hijau dan biru juga menjadi fokus pemerintah dan sektor swasta, dengan bank-bank memainkan peran penting dalam membiayai proyek-proyek keberlanjutan ini.
Mendukung Transisi Lingkungan UMKM
Tantangan besar lainnya terletak pada standar lingkungan baru. Banyak UMKM di Tunisia bekerja sama dengan mitra Eropa. Untuk dapat terus mengekspor dan bertahan, mereka harus berinvestasi dalam mengurangi jejak karbon mereka. Jadwal regulasi telah ditetapkan, dimulai pada tahun 2026, dan bank akan memainkan peran krusial dalam mendukung perubahan ini. Di BIAT, misalnya, mereka telah mengidentifikasi nasabah yang menghadapi tantangan ini dan membantu mereka beradaptasi agar tetap kompetitif dalam komunitas ekspor. Situasi serupa juga dihadapi oleh UMKM di Indonesia yang berorientasi ekspor, di mana pemenuhan standar ESG (Environmental, Social, and Governance) menjadi prasyarat untuk masuk pasar global.
Menggarap Potensi Diaspora dan Remitansi
Di sisi ritel, diaspora Tunisia mewakili pasar yang sangat dinamis. Demografi diaspora telah berubah signifikan dalam beberapa tahun terakhir: saat ini sebagian besar terdiri dari para profesional dan eksekutif berkualitas yang berbasis di negara-negara Teluk, Eropa, atau Kanada. Meskipun banyak yang berencana untuk kembali suatu hari nanti, sementara itu, mereka mengirimkan remitansi yang besar kepada keluarga mereka di Tunisia. Volume transfer ini tumbuh setiap tahun, menjadikan segmen ini sangat menarik. Melalui digitalisasi layanan, bank berusaha membuat transfer lebih cepat dan hemat biaya, sekaligus menanggapi kebutuhan lain diaspora. Misalnya, banyak yang tertarik untuk membeli properti di Tunisia, sehingga bank mengatur acara dengan pengembang untuk menciptakan ruang dialog seputar proyek-proyek tersebut. Potensi ini sangat relevan bagi Indonesia, yang memiliki jutaan pekerja migran dan diaspora yang mengirimkan remitansi dan memiliki kebutuhan finansial spesifik.
Prospek Ekspansi Internasional
BIAT saat ini mengoperasikan anak perusahaan di Paris, yang memfasilitasi transfer remitansi. Bank ini juga memiliki kantor perwakilan di Tripoli, Libya, untuk mendukung perdagangan bilateral. Banyak UMKM Tunisia mengekspor ke Libya dan sebaliknya, dan sektor ini memiliki potensi pertumbuhan yang kuat. Untuk ekspansi lebih lanjut, BIAT secara aktif mengevaluasi peluang—bisa di kota-kota Prancis lainnya atau ibu kota-ibu kota besar di Teluk tempat warga Tunisia memiliki daya beli tinggi, meskipun format usaha tersebut masih dalam pertimbangan. Hal ini menunjukkan ambisi global yang juga dimiliki oleh beberapa bank besar di Indonesia yang telah memiliki jaringan atau kantor perwakilan di luar negeri untuk mendukung perdagangan dan melayani warga negara Indonesia di mancanegara.
Secara keseluruhan, sektor perbankan Tunisia, seperti yang diungkapkan oleh CEO BIAT Elyes Jebir, berada di jalur yang positif. Dengan fokus pada inovasi digital, pembiayaan ekonomi berkelanjutan, dan ekspansi strategis, bank-bank di Tunisia siap menghadapi masa depan yang lebih cerah, menjadi contoh bagaimana lembaga keuangan dapat beradaptasi dan berkembang di era yang serba cepat ini.