Akhir QT Fed: Mampukah Hentikan Penurunan Kripto di Indonesia?
Pasar kripto global kembali bergejolak setelah mengalami aksi jual tajam pada akhir pekan. Di tengah ketidakpastian ini, Federal Reserve (The Fed) Amerika Serikat mengambil langkah penting dengan memutuskan untuk menghentikan program pengurangan neraca keuangannya, atau yang dikenal sebagai Quantitative Tightening (QT). Keputusan ini menimbulkan pertanyaan besar di kalangan investor, termasuk di Indonesia: apakah langkah The Fed ini cukup kuat untuk membalikkan tren penurunan kripto yang sedang berlangsung?
Key Points
- The Fed secara resmi mengakhiri program Quantitative Tightening (QT) pada 1 Desember, beralih strategi dengan menginvestasikan kembali aset-aset yang jatuh tempo.
- Perubahan kebijakan ini, ditambah dengan pemotongan suku bunga sebesar 25 basis poin, bertujuan untuk menstabilkan likuiditas pasar dan mengendalikan suku bunga jangka pendek.
- Meskipun ada intervensi dari The Fed, pasar kripto pada awalnya masih menghadapi tekanan dan belum menunjukkan pemulihan yang signifikan.
- Analisis historis menunjukkan bahwa penghentian QT dapat menjadi penanda puncak dominasi Bitcoin (BTC.D), yang berpotensi memicu pemulihan bagi altcoin.
- Investor di Indonesia perlu mencermati bagaimana pergeseran kebijakan moneter global ini akan memengaruhi dinamika pasar kripto domestik, khususnya kinerja Bitcoin dan altcoin.
Dampak Kebijakan Federal Reserve terhadap Pasar Kripto Global
Federal Reserve telah menjadi pemain kunci dalam membentuk lanskap ekonomi global, termasuk pasar aset digital. Kebijakan moneter mereka, terutama Quantitative Tightening (QT), memiliki efek riak yang meluas. QT adalah program di mana The Fed secara bertahap mengurangi ukuran neraca keuangannya dengan tidak menginvestasikan kembali pendapatan dari obligasi pemerintah (Treasuries) dan sekuritas berbasis hipotek (Mortgage-Backed Securities/MBS) yang jatuh tempo. Tujuan utamanya adalah mengurangi jumlah uang beredar di pasar dan menaikkan suku bunga jangka panjang untuk mengendalikan inflasi.
Namun, laporan dari Reuters mengindikasikan bahwa bank sentral tersebut mengakhiri program QT pada 1 Desember lalu. Alih-alih membiarkan aset-aset tersebut berakhir begitu saja, The Fed kini akan menginvestasikan kembali Treasuries yang jatuh tempo dan mengarahkan kembali pembayaran dari obligasi hipotek ke Treasury bills. Langkah ini diambil untuk menjaga tingkat cadangan bank agar tetap "melimpah" (ample), menyusul tanda-tanda ketegangan di pasar uang Amerika Serikat.
Selain penghentian QT, The Fed juga melakukan pemotongan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin, menurunkan kisaran target menjadi 3.75%-4.00%. Ini adalah pemotongan suku bunga pertama sejak 2022 dan mengindikasikan pergeseran ke arah kebijakan moneter yang lebih akomodatif. Kombinasi penghentian QT dan pemotongan suku bunga menunjukkan upaya The Fed untuk menyuntikkan likuiditas dan meredakan tekanan di pasar keuangan, dengan harapan dapat menstabilkan ekonomi.
Reaksi Pasar Kripto: Bitcoin dan Ethereum
Meskipun kebijakan The Fed secara umum diharapkan dapat memberikan sentimen positif bagi aset berisiko seperti kripto, respons pasar belum sepenuhnya meyakinkan. Setelah pengumuman kebijakan tersebut, Bitcoin, mata uang kripto terbesar, sempat diperdagangkan di sekitar $90,084, berfluktuasi antara $83,951 dan $90,108. Ether juga menunjukkan pergerakan serupa, stabil di sekitar $2,928 setelah bergerak antara $2,723 dan $2,928, hanya menunjukkan kenaikan tipis.
Kontras terlihat pada pasar saham Amerika Serikat, yang dibuka lebih tinggi setelah pengumuman tersebut, dengan investor mengantisipasi pertemuan The Fed berikutnya. Namun, aset digital tidak mengikuti tren tersebut. Saat Wall Street mulai menemukan pijakannya, kripto tetap berada di bawah tekanan. Ini mengindikasikan bahwa meskipun kebijakan makroekonomi memberikan dukungan, pasar kripto mungkin dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan sentimen investor yang lebih dalam.
Bagi investor di Indonesia, pergerakan ini sangat relevan. Pasar kripto Indonesia, meskipun memiliki karakteristik unik, sangat dipengaruhi oleh tren dan kebijakan global. Ketika Bitcoin dan Ethereum sebagai pemimpin pasar menunjukkan volatilitas atau tekanan, altcoin di pasar domestik seringkali ikut terpengaruh. Oleh karena itu, memahami mengapa respons kripto tidak secepat saham menjadi kunci untuk membuat keputusan investasi yang bijak.
Analisis Dominasi Bitcoin dan Potensi "Altcoin Season"
Salah satu metrik penting dalam pasar kripto adalah Dominasi Bitcoin (BTC.D), yang mengukur kapitalisasi pasar Bitcoin relatif terhadap total kapitalisasi pasar kripto. BTC.D yang tinggi seringkali menandakan bahwa Bitcoin adalah pendorong utama pasar, sementara BTC.D yang rendah dapat mengindikasikan adanya "altcoin season" di mana altcoin mengungguli Bitcoin.
Berdasarkan analisis seorang analis kripto bernama Mister Crypto, yang membandingkan dominasi Bitcoin dengan neraca Federal Reserve (WALCL), terdapat pola yang menarik dari siklus pasar sebelumnya. Secara historis, dominasi Bitcoin cenderung mencapai puncaknya tak lama setelah program QT dihentikan. Setelah puncak tersebut, diikuti oleh penurunan dominasi BTC yang stabil, memungkinkan banyak altcoin untuk perlahan-lahan pulih dari kerugian.
Saat ini, BTC.D mendekati area resistansi yang sama seperti sebelumnya, yang diidentifikasi sebagai "BTC.D Top" pada grafik. Pergerakan harga di sekitar level ini menunjukkan bahwa momentum kenaikan dominasi Bitcoin mulai melambat dan tren mulai mendatar. Jika pola historis ini terulang, Bitcoin mungkin akan mulai kehilangan pangsa pasarnya, membuka jalan bagi altcoin untuk mengalami lonjakan nilai.
Ini adalah berita yang berpotensi sangat baik bagi para penggemar altcoin di Indonesia. Banyak investor lokal yang memegang berbagai jenis altcoin mungkin melihat ini sebagai sinyal awal untuk keluar dari fase penurunan saat ini. Namun, penting untuk diingat bahwa sejarah tidak selalu berulang dengan sendirinya, dan faktor-faktor lain juga akan berperan.
Prospek Pasar Kripto di Tengah Kebijakan Moneter Baru
Penghentian QT dan pemotongan suku bunga oleh The Fed memang menciptakan lingkungan makroekonomi yang berpotensi lebih kondusif bagi aset berisiko. Likuiditas yang lebih banyak di pasar keuangan dan biaya pinjaman yang lebih rendah dapat mendorong investor untuk mencari peluang investasi dengan imbal hasil yang lebih tinggi, termasuk di pasar kripto. Namun, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan.
Pertama, meskipun kebijakan The Fed memberikan angin segar, sentimen pasar kripto juga sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor internal seperti inovasi teknologi, adopsi institusional, perkembangan regulasi, dan peristiwa spesifik dalam ekosistem kripto itu sendiri. Kedua, pasar kripto di Indonesia, meskipun berkembang pesat, masih relatif muda dan lebih rentan terhadap sentimen global. Fluktuasi harga Bitcoin dan Ethereum di panggung dunia akan selalu memiliki dampak signifikan pada aset digital lokal.
Bagi investor di Indonesia, diversifikasi portofolio dan riset mendalam menjadi sangat krusial. Memahami proyek altcoin yang memiliki fundamental kuat dan kasus penggunaan yang jelas dapat menjadi strategi yang menguntungkan jika "altcoin season" benar-benar terjadi. Selain itu, terus memantau perkembangan regulasi kripto di Indonesia juga penting untuk memastikan kepatuhan dan keamanan investasi.
Kesimpulan
Keputusan Federal Reserve untuk menghentikan Quantitative Tightening dan memangkas suku bunga adalah langkah signifikan yang berpotensi mengubah dinamika pasar keuangan global. Meskipun respons langsung pasar kripto mungkin tidak secepat yang diharapkan, analisis historis dominasi Bitcoin menunjukkan adanya peluang bagi altcoin untuk bangkit. Investor di Indonesia perlu memantau dengan cermat perkembangan ini, melakukan analisis mendalam, dan mempertimbangkan strategi investasi yang bijaksana untuk menavigasi pasar kripto yang selalu dinamis ini.