Fenomena 'Tembok Penjual' Bitcoin di $93.000: Analisis Mendalam

Grafik harga Bitcoin yang menunjukkan resistensi kuat di level $93.000, mencerminkan pola kenaikan yang terhenti.

Key Points:

  • Bitcoin sedang menghadapi resistensi kuat di sekitar level $93.000, sering disebut sebagai "tembok penjual" atau "supply wall" yang signifikan.
  • Fenomena ini terjadi karena banyak investor yang membeli Bitcoin pada harga lebih tinggi kini berusaha untuk menjual saat harga mendekati titik impas mereka.
  • Para pemegang jangka pendek (Short-Term Holders/STH) adalah salah satu pendorong utama tekanan jual ini, dengan harga beli rata-rata mereka di atas harga pasar saat ini.
  • Meskipun ada minat beli dari investor institusional, seperti melalui ETF Bitcoin, volume ini belum cukup untuk mengatasi tekanan jual yang ada.
  • Titik "Max Pain" di pasar opsi, yang saat ini berada di sekitar $88.000, juga memengaruhi pergerakan harga Bitcoin, menahan harga di bawah $90.000.
  • Untuk melihat breakout rally yang signifikan, pasar memerlukan gelombang pembeli baru yang memiliki keyakinan kuat dan mampu menyerap pasokan jual yang besar.

Pergerakan harga Bitcoin belakangan ini menunjukkan pola yang cukup menantang, khususnya saat mencoba melampaui level $93.000. Setelah sempat mengalami lonjakan cepat sebesar $3.000 dalam sehari, momentum tersebut dengan cepat mereda, sebuah skenario yang berulang kali menimbulkan frustrasi di kalangan investor, termasuk di Indonesia. Fenomena ini bukanlah sekadar fluktuasi pasar biasa, melainkan indikasi adanya "tembok pasokan" atau "supply wall" yang masif, yang secara efektif membatasi setiap upaya kenaikan lebih lanjut. Pemahaman terhadap dinamika ini krusial bagi siapa saja yang berkecimpung di pasar kripto.

Sebagai seorang analis yang telah mengamati siklus Bitcoin sejak 2017 dengan bantuan data on-chain dari platform seperti Glassnode dan CryptoQuant, saya akan mencoba mengurai mengapa Bitcoin seolah-olah tertahan, bahkan cenderung mengalami koreksi. Analisis ini akan membantu kita memahami faktor-faktor fundamental yang memengaruhi harga Bitcoin saat ini, memberikan perspektif yang lebih mendalam daripada sekadar melihat grafik harga.

Bayangkanlah situasi ini layaknya pasar properti. Jika ribuan orang membeli rumah di suatu lingkungan seharga Rp5 miliar, dan kemudian harganya jatuh drastis, apa yang akan terjadi ketika harga kembali ke Rp5 miliar? Banyak dari pemilik rumah tersebut kemungkinan besar akan bergegas menjual properti mereka, sekadar untuk mendapatkan kembali modal awal mereka tanpa kerugian. Sentimen serupa juga dirasakan oleh investor Bitcoin. Seorang pembeli di level $100.000 pada bulan Oktober lalu akan merasakan kepanikan yang sama, sebuah keinginan untuk "keluar dari pasar", ketika harga Bitcoin menyentuh $93.000 untuk keempat kalinya tanpa ada terobosan.

Dalam konteks Bitcoin, sejumlah besar koin terakhir kali dibeli pada kisaran harga antara $93.000 hingga $110.000. Pemilik koin-koin ini sekarang bertindak sebagai "langit-langit" penjual, secara efektif menghalangi harga untuk naik lebih tinggi. Mereka menunggu kesempatan untuk menjual pada titik impas mereka, menciptakan tekanan jual yang signifikan setiap kali harga mendekati level tersebut.

Siapa Saja yang Membentuk 'Tembok Penjual' Ini?

Data on-chain menunjukkan ada dua kelompok utama yang berkontribusi pada pembentukan "tembok penjual" ini. Kelompok pertama adalah para "pemegang jangka pendek" atau Short-Term Holders (STH), yaitu mereka yang baru saja membeli Bitcoin pada harga yang lebih tinggi. Indikator STH-MVRV mereka saat ini berada di bawah 1.0, menunjukkan bahwa harga pembelian rata-rata mereka berada di sekitar $101.500. Ini berarti mereka saat ini berada dalam posisi rugi.

Peran Short-Term Holders (STH)

Setiap kali ada rally harga menuju titik impas mereka, kelompok STH cenderung akan melakukan penjualan untuk menghindari kerugian lebih lanjut. Hal ini menciptakan resistensi overhead yang konstan, yang mana pembeli baru kesulitan untuk menyerapnya. Situasi ini seperti balapan tarik tambang, di mana setiap upaya kenaikan harga ditarik mundur oleh keinginan para STH untuk keluar dari posisi yang merugikan. Tekanan ini menjadikan pasar Bitcoin sangat volatil dan sulit untuk diprediksi dalam jangka pendek.

Grafik harga Bitcoin yang menunjukkan resistensi kuat di level $93.000, mencerminkan pola kenaikan yang terhenti.

Laporan terbaru juga menunjukkan bahwa jumlah Bitcoin yang dipegang dalam kondisi rugi telah mencapai 6,7 juta BTC, sebuah rekor tertinggi dalam siklus ini. Kondisi ini menciptakan stres berkepanjangan bagi para pemegang, sebuah kondisi yang secara historis sering kali berujung pada aksi jual massal. Meskipun ada gelombang pembelian sporadis dari peserta pasar yang berbasis di AS, termasuk melalui instrumen investasi seperti BlackRock Bitcoin ETF, volume pembelian tersebut belum cukup untuk menciptakan akumulasi yang berkelanjutan dan menembus "tembok penjual" yang masif ini. Investor di Indonesia juga merasakan dampak dari sentimen global ini, di mana optimisme pembelian harus berhadapan dengan realitas resistensi pasar.

Adakah Harapan untuk Rally Bitcoin yang Berkelanjutan?

Meskipun "tembok pasokan" saat ini menjadi hambatan besar, bukan berarti situasinya permanen. Selain fokus pada level $93.000, penting juga untuk memperhatikan titik "Max Pain" untuk opsi kedaluwarsa 26 Desember, yang saat ini mendekati $88.000. Ini mengindikasikan bahwa para pembuat pasar (market makers) memiliki insentif besar untuk menjaga harga tetap di bawah $90.000 hingga akhir minggu depan, yang mungkin menjelaskan mengapa kita terus-menerus melihat penolakan harga pada level tertentu. Fenomena ini menunjukkan adanya manipulasi pasar yang terstruktur, bukan sekadar pergerakan organik.

Untuk terjadinya terobosan harga yang sesungguhnya, pasar memerlukan gelombang baru pembeli yang kuat dan didorong oleh keyakinan tinggi untuk menyerap pasokan jual yang sangat besar. Kita memang pernah melihat momen di mana permintaan yang kuat berhasil mendorong harga melewati level ini sebelumnya. Namun, level resistensi Bitcoin saat ini sedang dipertahankan dengan sangat ketat oleh para penjual.

Pemicu Potensial untuk Breakout

Sampai ada katalis signifikan yang mampu membawa modal baru ke dalam pasar, seperti pembelian Bitcoin institusional dalam skala besar, harga diperkirakan akan tetap terkendali. Ini adalah tantangan struktural, bukan sekadar penurunan sementara. Pasar terjebak di antara pembeli yang mencari harga diskon di bawah dan tembok penjual yang ingin mencapai titik impas di atas. Investor di Indonesia juga harus bersiap menghadapi volatilitas ini dan mempertimbangkan strategi investasi jangka panjang.

Singkatnya, pertempuran untuk menembus level $93.000 masih terus berlangsung. Hasil dari pertempuran ini akan sangat menentukan apakah pasar akan melanjutkan koreksi atau kembali ke jalur bull run. Memahami dinamika "tembok penjual" ini adalah kunci untuk menavigasi pasar kripto yang kompleks saat ini.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url
sr7themes.eu.org