Peran Protein Alternatif Gen dalam Kesehatan & Penyakit Langka

Ilustrasi gen DNA dengan untaian protein bercabang menuju berbagai bagian sel, menggambarkan peran protein alternatif dalam kesehatan dan penyakit.

Sekitar 25 juta warga Amerika Serikat menghadapi penyakit genetik langka, sebuah perjuangan yang seringkali diperparah oleh minimnya pengobatan efektif dan informasi yang memadai. Situasi serupa juga dialami oleh banyak pasien di Indonesia yang menderita penyakit langka. Para klinisi mungkin kesulitan mengidentifikasi penyebab gejala, memprediksi perkembangan penyakit, bahkan untuk sekadar memberikan diagnosis yang jelas. Meskipun penelitian terhadap genom manusia telah mengidentifikasi banyak mutasi gen penyebab penyakit, ironisnya, sekitar 70 persen pasien masih belum memiliki penjelasan genetik yang pasti.

Key Points:

  • Sebuah gen dapat menghasilkan lebih dari satu versi protein (protein alternatif), bukan hanya satu seperti yang umum dipahami.
  • Mutasi genetik yang tampak tidak signifikan pada satu versi protein "dikenal" bisa jadi memengaruhi protein alternatif lainnya.
  • Dampak penyakit langka dapat bervariasi secara signifikan tergantung pada versi protein mana yang terpengaruh oleh mutasi.
  • Studi kasus pada Anemia SIFD menunjukkan bahwa mutasi yang hanya memengaruhi versi protein mitokondria atau nuklir dari gen TRNT1 menghasilkan gejala yang sangat berbeda.
  • Pengembangan alat diagnosis baru seperti SwissIsoform diharapkan dapat membantu klinisi mengidentifikasi mutasi spesifik pada protein alternatif yang sebelumnya terlewatkan, membuka jalan bagi diagnosis dan terapi yang lebih tepat.

Memahami Kompleksitas Genom Manusia: Lebih dari Sekadar Satu Protein

Dalam makalah yang diterbitkan di jurnal Molecular Cell pada 7 November, anggota Whitehead Institute for Biomedical Research, Iain Cheeseman, bersama mahasiswa pascasarjana Jimmy Ly, dan rekan-rekannya, menyajikan perspektif baru. Mereka menyarankan agar para peneliti dan klinisi dapat menggali informasi lebih lanjut dari genom pasien dengan pendekatan yang berbeda. Pemahaman umum selama ini adalah bahwa setiap gen mengodekan satu protein. Oleh karena itu, jika seorang peneliti mencari mutasi genetik yang berkontribusi pada penyakit pasien, fokusnya akan tertuju pada mutasi yang memengaruhi produk protein "yang telah diketahui" dari gen tersebut.

Namun, Cheeseman dan timnya menemukan bahwa mayoritas gen sebenarnya mengodekan lebih dari satu protein. Implikasi dari temuan ini sangat besar: mutasi yang mungkin terlihat tidak signifikan karena tidak memengaruhi protein yang "dikenal" bisa saja mengubah protein lain yang dihasilkan oleh gen yang sama. Lebih lanjut, Cheeseman dan Ly telah menunjukkan bahwa mutasi yang memengaruhi satu atau beberapa protein dari gen yang sama dapat berkontribusi secara berbeda terhadap suatu penyakit. Hal ini membuka cakrawala baru dalam diagnosis genetik, terutama di negara-negara seperti Indonesia yang sedang giat mengembangkan riset bioteknologi dan genomik.

Fenomena Protein Alternatif: Mekanisme dan Evolusi

Dalam makalah mereka, para peneliti memaparkan temuan tentang bagaimana sel memanfaatkan kemampuan untuk menghasilkan berbagai versi protein dari gen yang sama. Kemudian, mereka mengkaji bagaimana mutasi yang memengaruhi protein-protein ini berkontribusi pada penyakit. Melalui kolaborasi dengan rekan penulis Mark Fleming, seorang ahli patologi di Boston Children’s Hospital, mereka menyajikan dua studi kasus pasien dengan manifestasi anemia langka yang tidak biasa. Anemia ini terkait dengan mutasi yang secara selektif hanya memengaruhi salah satu dari dua protein yang dihasilkan oleh gen yang terlibat dalam penyakit tersebut.

“Kami berharap penelitian ini menunjukkan pentingnya mempertimbangkan apakah gen yang diteliti menghasilkan beberapa versi protein, dan apa peran setiap versi dalam kesehatan dan penyakit,” ujar Ly. “Informasi ini dapat mengarah pada pemahaman yang lebih baik tentang biologi penyakit, diagnostik yang lebih akurat, dan mungkin suatu hari nanti terapi yang disesuaikan untuk mengobati penyakit-penyakit ini.”

Sel memiliki beberapa cara untuk membuat versi protein yang berbeda. Variasi yang dipelajari Cheeseman dan Ly terjadi selama produksi protein dari kode genetik. Mesin seluler membangun setiap protein sesuai instruksi dalam urutan genetik yang dimulai dari “kodon awal” dan berakhir pada “kodon berhenti”. Namun, beberapa urutan genetik mengandung lebih dari satu kodon awal, banyak di antaranya “tersembunyi” di depan mata. Jika mesin seluler melewati kodon awal pertama dan mendeteksi yang kedua, ia dapat membangun versi protein yang lebih pendek. Dalam kasus lain, mesin mungkin mendeteksi bagian yang sangat mirip dengan kodon awal pada titik yang lebih awal dalam urutan daripada tempat dimulainya yang biasa, dan membangun versi protein yang lebih panjang.

Peristiwa ini mungkin terdengar seperti kesalahan; mesin seluler secara tidak sengaja menciptakan versi protein yang salah. Namun, sebaliknya, produksi protein dari tempat awal alternatif ini merupakan fitur penting dalam biologi sel yang ada di seluruh spesies. Ketika Ly melacak kapan gen tertentu berevolusi untuk menghasilkan beberapa protein, ia menemukan bahwa ini adalah proses umum dan kuat yang telah dipertahankan sepanjang sejarah evolusi selama jutaan tahun. Ini menunjukkan bahwa protein alternatif bukanlah anomali, melainkan bagian integral dari fungsi seluler.

Fungsi Protein Alternatif dalam Penugasan Lokasi Seluler

Ly menunjukkan bahwa salah satu fungsi dari fenomena ini adalah untuk mengirim versi protein ke bagian sel yang berbeda. Banyak protein mengandung urutan seperti kode pos (ZIP code) yang memberi tahu mesin seluler ke mana harus mengirimkan protein agar dapat menjalankan tugasnya. Ly menemukan banyak contoh di mana versi protein yang lebih panjang dan lebih pendek dari gen yang sama memiliki kode pos yang berbeda dan berakhir di lokasi yang berbeda di dalam sel. Ini menegaskan bahwa variasi ukuran protein memiliki tujuan fungsional yang spesifik.

Secara khusus, Ly menemukan banyak kasus di mana satu versi protein berakhir di mitokondria, struktur yang menyediakan energi bagi sel, sementara versi lain berakhir di tempat lain, seperti nukleus. Karena peran mitokondria dalam proses penting produksi energi, mutasi pada gen mitokondria sering kali terlibat dalam berbagai penyakit. Ini berarti bahwa jika satu versi protein yang seharusnya pergi ke mitokondria terganggu, dampaknya terhadap energi seluler bisa sangat parah, sementara versi lain yang berfungsi di lokasi berbeda mungkin tidak terpengaruh, menciptakan kompleksitas dalam manifestasi penyakit.

Studi Data dan Kolaborasi Klinis

Ly bertanya-tanya apa yang akan terjadi ketika mutasi penyebab penyakit menghilangkan satu versi protein tetapi membiarkan yang lain utuh, menyebabkan protein hanya mencapai satu dari dua tujuan yang dimaksudkan. Ia menelusuri database yang berisi informasi genetik dari orang-orang dengan penyakit langka untuk melihat apakah kasus seperti itu ada, dan ia menemukannya. Bahkan, mungkin ada puluhan ribu kasus seperti itu. Namun, tanpa akses langsung ke pasien, Ly tidak memiliki cara untuk mengetahui konsekuensi dari hal ini dalam hal gejala dan tingkat keparahan penyakit. Ini menyoroti pentingnya kolaborasi antara peneliti dasar dan klinisi.

Sementara itu, Cheeseman, yang juga seorang profesor biologi di MIT, telah memulai kerja sama dengan Boston Children’s Hospital untuk memupuk kolaborasi antara Whitehead Institute dan peneliti serta klinisi rumah sakit guna mempercepat jalur dari penemuan penelitian ke aplikasi klinis. Melalui upaya ini, Cheeseman dan Ly bertemu dengan Fleming. Kolaborasi semacam ini sangat krusial, terutama di Indonesia, untuk menjembatani kesenjangan antara riset ilmiah yang mendalam dan kebutuhan pasien yang mendesak.

Studi Kasus: Anemia SIFD dan Peran Gen TRNT1

Salah satu kelompok pasien Fleming menderita jenis anemia yang disebut SIFD—sideroblastic anemia with B-cell immunodeficiency, periodic fevers, and developmental delay—yang disebabkan oleh mutasi pada gen TRNT1. Gen TRNT1 adalah salah satu gen yang telah diidentifikasi Ly sebagai penghasil versi protein mitokondria dan versi lain yang berakhir di tempat lain: yaitu di nukleus. Fleming berbagi data pasien anonim dengan Ly, dan Ly menemukan dua kasus menarik dalam data genetik tersebut. Sebagian besar pasien memiliki mutasi yang mengganggu kedua versi protein, tetapi satu pasien memiliki mutasi yang hanya menghilangkan versi protein mitokondria, sementara pasien lain memiliki mutasi yang hanya menghilangkan versi nuklir.

Ketika Ly membagikan hasilnya, Fleming mengungkapkan bahwa kedua pasien tersebut memiliki presentasi SIFD yang sangat tidak biasa, mendukung hipotesis Ly bahwa mutasi yang memengaruhi versi protein yang berbeda akan memiliki konsekuensi yang berbeda. Pasien yang hanya kehilangan versi mitokondria mengalami anemia, tetapi perkembangannya normal. Sementara itu, pasien yang kehilangan versi nuklir dari protein tersebut tidak mengalami keterlambatan perkembangan atau anemia kronis, tetapi memiliki gejala imun lainnya, dan tidak didiagnosis dengan benar hingga usianya 50-an. Meskipun kemungkinan ada faktor lain yang berkontribusi pada presentasi penyakit setiap pasien, penelitian Ly mulai menguak misteri gejala atipikal mereka.

Menuju Diagnosis dan Terapi yang Lebih Tepat

Cheeseman dan Ly ingin lebih banyak klinisi menyadari prevalensi gen yang mengodekan lebih dari satu protein, sehingga mereka tahu untuk memeriksa mutasi yang memengaruhi salah satu versi protein yang dapat berkontribusi pada penyakit. Sebagai contoh, beberapa mutasi TRNT1 yang hanya menghilangkan versi protein yang lebih pendek tidak ditandai sebagai penyebab penyakit oleh alat penilaian saat ini. Para peneliti lab Cheeseman, termasuk Ly dan mahasiswa pascasarjana Matteo Di Bernardo, kini sedang mengembangkan alat penilaian baru untuk klinisi, yang disebut SwissIsoform. Alat ini akan mengidentifikasi mutasi relevan yang memengaruhi versi protein tertentu, termasuk mutasi yang sebelumnya akan terlewatkan. Penerapan alat semacam ini di Indonesia dapat sangat membantu dalam mempercepat diagnosis dan mengurangi penderitaan pasien dengan penyakit langka.

“Pekerjaan Jimmy dan Iain akan secara global mendukung interpretasi varian penyakit genetik dan membantu menghubungkan perbedaan genetik dengan variasi gejala penyakit,” kata Fleming. “Bahkan, kami baru-baru ini mengidentifikasi dua pasien lain dengan mutasi yang hanya memengaruhi versi mitokondria dari dua protein lain, yang juga memiliki gejala yang lebih ringan daripada pasien dengan mutasi yang memengaruhi kedua versi.”

Dalam jangka panjang, para peneliti berharap penemuan mereka dapat membantu dalam memahami dasar molekuler penyakit dan dalam mengembangkan terapi gen baru. Setelah peneliti memahami apa yang salah dalam sel penyebab penyakit, mereka akan lebih siap untuk merancang solusi. Secara lebih langsung, para peneliti berharap bahwa pekerjaan mereka akan membuat perbedaan dengan memberikan informasi yang lebih baik kepada klinisi dan orang-orang dengan penyakit langka, termasuk di Indonesia. “Sebagai peneliti dasar yang biasanya tidak berinteraksi dengan pasien, ada sesuatu yang sangat memuaskan mengetahui bahwa pekerjaan yang Anda lakukan membantu orang-orang tertentu,” kata Cheeseman. “Saat lab saya beralih ke fokus baru ini, saya telah mendengar banyak cerita dari orang-orang yang mencoba menavigasi penyakit langka dan hanya mencari jawaban, dan itu sangat memotivasi kami, saat kami bekerja untuk memberikan wawasan baru tentang biologi penyakit.”

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url
sr7themes.eu.org