no fucking license
Bookmark

Sang Pahlawan yang Selalu Dilupakan

Pernahkah kalian berpikir tentang colokan listrik? Ya, benda kecil yang sering kita anggap remeh ini seakan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari yang tak pernah mendapat perhatian lebih. Tapi cobalah sejenak, renungkan betapa pentingnya dia dalam peradaban kita. Colokan listrik, dengan segala kesederhanaannya, adalah jantung dari semua alat elektronik kita. Dan ironisnya, dia selalu jadi pahlawan yang terlupakan.

Setiap pagi, saat alarm ponsel berbunyi—terima kasih kepada colokan yang sudah memberi daya sepanjang malam—aku bangun dengan semangat palsu, berlari ke kamar mandi, menatap colokan yang ada di sana. Tanpa dia, mana mungkin aku bisa menyetrika baju atau mengisi daya laptop yang akan menemani aktivitas sehari-hari? Colokan ini, dengan tenang, memancarkan energi yang tak terlihat, yang memfasilitasi segala kenyamanan hidupku.

Namun, seringkali aku lupa untuk berterima kasih. Colokan tidak pernah mengeluh, tidak pernah menuntut penghargaan. Dia hanya diam, menunggu perangkatku untuk terhubung padanya. Begitu banyak kali aku menjerit saat baterai ponsel habis, namun tak sekalipun aku memikirkan perjalanan panjang energi yang sudah dia distribusikan. Colokan ini, meskipun tampak sederhana, adalah penghubung antara kenyataan dan fantasi. Tanpa dia, teknologi hanya akan jadi impian belaka.

Ada kalanya, aku merasa seperti colokan listrik. Dikenal saat dibutuhkan, dilupakan setelah pekerjaan selesai. Di balik dinding, di bawah meja, atau tersembunyi di balik furnitur, dia berfungsi tanpa henti, sementara aku seringkali merasa seperti benda yang hanya dihargai saat ada kebutuhan mendesak. Tapi apa daya, begitulah nasib menjadi pahlawan tanpa nama.

Colokan listrik memang tidak pernah meminta untuk dikenal. Ia tidak perlu dilabeli "hebat" atau "luar biasa." Dia hanya menjalankan tugasnya dengan penuh dedikasi, membuat segala yang kita anggap biasa menjadi sangat berarti. Dan mungkin, kita semua bisa belajar sedikit dari sikapnya—menerima peran kita, meski sering dilupakan, tetap setia memberi tanpa berharap pujian.

Post a Comment

Post a Comment